BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Interaksi Sosial
Dilihat
dari asal usulnya, interaksi sosial berasal dari bahasa inggris social
interaction, yang mengandung pengertian sebagai saling tindak (interaction)
yang dibangun, dipertahankan, dan atau diubah oleh dua orang atau lebih. Hal
ini mengisyaratkan bahwa tindakan sosial merupakan unsur utama interaksi
sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, interaksi didefinisikan
sebagai hal saling melakukan aksi, berhubungan, atau saling mempengaruhi.
Dengan demikian, interaksi sosial adalah hubungan timbal balik (sosial)
berupa aksi saling mempengaruhi antara individu dengan individu, antara
individu dengan kelompok, atau antara kelompok dengan kelompok. Sementara itu, Gillin
mengartikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis
yang menyangkut hubungan antarindividu, individu dengan kelompok, atau antar
kelompok.[1]
Dengan
demikian, menurut Charles P. Loomis, sebuah hubungan bisa disebut interaksi
sosial jika memiliki ciri-ciri berikut :
1. Jumlah
pelaku dua orang atau lebih.
2. Adanya
komunikasi antarpelaku dengan menggunakan symbol atau lambang.
3. Adanya
suatu dimensi waktu yang meliputi masa lalu, masa kini, dan masa yang akan
datang.
4. Adanya
tujuan yang hendak dicapai sebagai hasil dari interaksi tersebut.
B.
Syarat Terjadinya
Interaksi Sosial
Menurut
Soerjono Soekanto, interaksi sosial tidak mungkin terjadi tanpa adanya dua
syarat, yaitu kontak sosial dan komunikasi.
a. Kontak
Sosial
Kontak sosial berasal dari bahas
Latin yaitu con atau cum yang artinya bersama-sama dan tango yang artinya menyetuh. Secara harfiah, kontak
berarti bersama-sama menyentuh secara fisik. Dalam pengertian sosiologi kontak
tidak selalu harus bersentuhan fisik, namun dapat berupa tatap muka,
berhadapan, berbicara langsung melalui telepon, melihat televisi, dan membaca
surat. Bahkan dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah tidak perlu menjadi
syarat utama terjadinya kontak.[2]
1. Bentuk
kontak sosial, antara lain sebagai berikut :
a. Kontak
antara individu dan individu[3]
b. Kontak
antara individu dan kelompok
c. Kontak
antara kelompok dan kelompok
2. Sifat
kontak sosial
Kontak
sosial dapat bersifat primer dan sekunder
a. Kontak
primer adalah kontak yang dilakukan secara langsung.
Contoh
kontak primer, antara lain :
a) Bertatap
muka
b) Saling
senyum
c) Bersalaman
b. Kontak
sekunder adalah kontak yang dilakukan melalui perantara atau penghubung.
Kontak
sekunder terdiri atas kontak sekunder langsung dan kontak sekunder tidak
langsung.
a) Kontak
sekunder langsung, yaitu kontak yang dilakukan masing-masing pihak melalui alat
tertentu, misalnya telepon, surat, dan melihat TV.
b) Kontak
sekunder tidak langsung adalah kontak yang dilakukan dengan bantuan pihak lain
atau orang ketiga.
C.
Komunikasi
Komunikasi
adalah tindakan seseorang untuk menyampaikan pesan dari satu pihak kepada pihak
lain sehingga pihak lain tersebut memberikan reaksi atas maksud atau pesan yang
disampaikan.
Komunikasi dapat diwujudkan dengan
pembicaraan, gerak-gerik fisik, ataupun perasaan. Dari sini muncullah reaksi
atau pesan yang diterima baik itu berupa perasaan, gerak balasan, maupun
pembicaraan. Saat bereaksi itulah terjadi komunikasi.
Karena komunikasi adalah penyampaian
pesan dan hasilnya adalah reaksi atas aksi, komunikasi dapat bersifat positif
atau negatife. Komunikasi akan menghasilkan sesuatu yang positif atau terjadi
kerja sama apabila masing-masing pelaku komunikasi saling memahami maksud dan
tujuan pihak lain. Akan tetapi, tidak selalu komunikasi menghasilkan kerja sama
bahkan suatu pertikaian mungkin akan
terjadi sebagai akibat salah paham atau karena masing-masing tidak mau mengalah.[4]
D.
Faktor-Faktor Pendorong
Interaksi Sosial
Interaksi sosial kelihatannya sederhana.
Orang bertemu lalu berbicara atau sekedar bertatap muka. Padahal sebenarnya
interaksi sosial merupakan suatu proses yang cukup kompleks. Interaksi ini
dilandasi oleh beberapa faktor psikologi, yaitu :
a. Imitasi
Imitasi
adalah suatu tindakan yang meniru orang lain. Imitasi atau perbuatan meniru
bisa dilakukan dalam bermacam-macam bentuk. Menurut Dr. A.M.J. Chorus, ada
syarat yang harus dipenuhi dalam mengimitasi, yaitu adanya minat atau perhatian
terhadap obyek atau subyek yang akan ditiru, serta adanya sikap menghargai,
mengagumi, dan memahami sesuatu yang akan ditiru.
b. Sugesti
Sugesti
adalah pengaruh yang diberikan oleh pihak lain, baik itu berupa pandangan,
sikap, maupun perilaku sehingga orang yang mendapat pengaruh tersebut akan mengikutinya
tanpa berpikir panjang.
c. Identifikasi
Identifikasi
adalah kecendrungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama
dengan pihak lain.
d. Simpati
Simpati
adalah suatu proses yang ditandai dengan seseorang merasa tertarik kepada orang
lain serta menimbulkan dorongan untuk memahami dan ikut merasakan yang dialami,
dilakukan, atau diderita oleh orang lain tersebut.
e. Empati
Empati merupakan simpati mendalam yang dapat
mempengaruhi kejiwaan dan fisik seseorang.
Hal-hal
tersebut di atas merupakan faktor-faktor minimal yang menjadi dasar bagi
berlangsungnya proses interaksi sosial, walaupun di dalam kenyataannya proses memang
sangat kompleks, sehingga kadang-kadang sulit mengadakan pembedaan secara tegas
antara faktor-faktor tersebut.[5]
E.Sumber
Informasi yang Mendasari Interaksi
Goffman
menyatakan bahwa seseorang akan berusaha mencari informasi tentang orang lain
yang di temuinya agar dapat mendefinisikan situasi, Karl dan Yoles pun
menyatakan bahwa apabila seseorang baru menjumpai orang lain yang belum
dikenal, ia akan berusaha mencari informasi tentang orang itu. Karl dan Yoles
berpendapat bahwa ada 7 sumber informasi dalam interaksi. Di antaranya sebagai
berikut :
a. Warna
Kulit
Ciri seseorang yang dibawa sejak
lahir, seperti jenis kelamin, usia, dan ras sangat menentukan interaksi
terutama pada masyarakat yang sehari-harinya berada di lingkungan yang
diskriminatif. Contohnya, di negara
Afrika Selatan pada era apartheid, orang kulit putih tidak mau
berinteraksi dengan orang kulit hitam. Orang-orang kulit putih menganggap orang
kulit hitam cenderung berperilaku criminal.
b. Usia
Cara
seseorang berinteraksi dengan orang yang lebih tua seringkali berbeda dengan
orang yang sebaya, atau dengan orang yang lebih muda.
c. Jenis
Kelamin
Jenis
kelamin juga mempengaruhi interaksi seseorang terhadap yang lainnya. Contoh,
laki-laki cenderung menghindari sekelompok perempuan yang tengah membicarakan
kosmetik atau model sepatu terbaru. Sebaliknya, perempuan pun cenderung
menghindar dari percakapan laki-laki tentang sepak bola atau otomotif.
d. Penampilan
Fisik
Selain
warna kulit, usia, dan jenis kelamin, penampilan fisik juga sering menjadi
sumber informasi dalam interaksi sosial. Umumnya, yang pertama kali dilihat
dalam interaksi adalah penampilan fisik seseorang. Ada beberapa penelitian yang
memperlihatkan bahwa orang yang berpenampilan menarik cenderung lebih mudah
mendapatkan pasangan daripada orang dengan penampilan kurang menarik.
e. Bentuk
Tubuh
Menurut
penelitian Wells dan Siegal, orang cenderung menganggap bahwa terdapat
kaitan antara bentuk tubuh dengan sifat seseorang. Orang yang memiliki tubuh endomorph
(bulat, gemuk) di anggap memiliki sifat tenang, santai, dan pemaaf. Orang yang
memiliki tubuh mesomorph (atletis, berotot) dianggap memiliki sifat
dominan, yakin, dan aktif. Sementara orang yang bertubuh ectomorph
(tinggi, kurus) dianggap bersifat tegang dan pemalu.
f. Pakaian
Sumber
informasi juga dapat diperoleh dari pakaian seseorang. Seringkali seseorang
yang berpakaian seperti eksekutif muda lebih dihormati di bandingkan dengan
orang yang berpakaian seperti gelandangan.
g. Wacana
Dari
pembicaraan seseorang, kita pun dapat memperoleh informasi-informasi tentang
dirinya. Kadang-kadang kita mendengar seseorang berbicara bahwa ia baru saja
bertemu dengan direktur sebuah perusahaan terkenal atau dengan seorang
gubernur. Dari perkataan orang itu, kita bisa memperoleh informasi tentang
orang itu. Dengan kata lain, kita bisa menebak status seseorang berdasarkan
pembicaraannya, meskipun ada pula orang yang tidak berkata tentang dirinya.
F.
Status, Peranan, dan Hubungan Individu dalam
Interaksi Sosial
1.
Status dan Peranan
Individu dalam Interaksi Sosial
Status
dan peranan merupakan unsur-unsur dalam struktur sosial yang mempunyai arti
penting bagi sistem sosial.
Perbedaan status mempengaruhi cara
bersikap seseorang dalam berinteraksi sosial. Orang yang menduduki status
tinggi mempunyai sikap yang berbeda dengan orang yang statusnya rendah. Status
seseorang menentukan perannya dan peran seseorang menentukan apa yang diperbuat
(perilaku).
a. Kedudukan
(Status)
Kedudukan atau status sosial
merupakan posisi seseorang secara umum dalam masyarakat dalam hubungannya
dengan orang lain. Posisi seseorang menyangkut lingkungan pergaulan, prestige,
hak-hak dan kewajibannya. Bahkan, seseorang bisa mempunyai beberapa kedudukan
karena memiliki beberapa pola kehidupan.
Menurut Ralph Linton, dalam
kehidupan masyarakat terdapat tiga macam cara memperoleh status, yaitu :
a)
Ascribed Status
merupakan status seseorang yang dicapai dengan sendirinya tanpa memperhatikan
perbedaan rohaniah dan kemampuan. Status tersebut dapat diperoleh sejak lahir.
Contoh,
anak yang lahir dari keluarga bangsawan,
dengan sendirinya langsung memperoleh status bangsawan
b)
Achived Status
merupakan status yang diperoleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja.
Status ini tidak diperoleh atas dasar keturunan, akan tetapi tergantung pada
kemampuan individu dalam mencapai tujuan-tujuannya. Jadi, status ini bersifat
terbuka bagi siapa saja.
Contoh,
setiap orang bisa menjadi hakim asalkan memenuhi persyaratan tertentu, seperti
lulusan fakultas hokum, memiliki pengalaman kerja dalam bidang hokum, dan lulus
ujian sebagai hakim.
c)
Assigned Status merupakan
status yang diperoleh dari pemberian pihak lain. Status ini diberikan karena
orang tersebut telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingan masyarakat.
Contoh,
gelar pahlawan revolusi, siswa teladan,
dan peraih kalpataru.
b. Peranan
Sosial
Peranan
merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Peranan adalah perilaku
yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai
dengan status yang dimilikinya. Status dan peranan tidak
dapat
dipisahkan karena tidak ada peranan tanpa status dan tidak ada status tanpa
peranan.
2.
Mengukur Hubungan Individu dalam Interaksi
Sosial
Secara
sosiologis, seorang individu baru mempunyai arti jika ia selalu mengadakan
kontak dengan orang lain. Dalam hubungan itu terjadi interaksi dinamis. Dengan
adanya kontak, kita akan memahami keberadaan masing-masing individu termasuk
diri kita sendiri. Misalnya, apakah seseorang mempunyai hubungan baik dengan
keluarganya atau dengan masyarakat sekitarnya? Manakah di antara keduanya yang
akrab dengan orang tersebut? Apakah keluarga atau masyarakat? Apakah orang
tersebut akrab dengan kelompok primernya atau dengan kelompok sekundernya?
Untuk mengukur akrab atau tidaknya
seseorang, umumnya digunakan sosiometri. Dari sosiometri itu dapat diketahui
beberapa hal berikut.
a. Makin
sering seseorang bergaul dengan orang lain, hubungannya akan semakin baik.
Sebaliknya, makin sedikit ia bergaul berarti ia tidak memiliki pergaulan yang
baik. Bahkan bila seseorang tidak pernah mau bergaul dengan orang lain, berarti
ia terasing dalam pergaulan atau terisolir. Sering atau tidaknya seseorang
bergaul disebut Frekuensi dalam pergaulan.
b. Dari
dekat tidaknya seseorang dalam pergaulan dapat diketahui intensitas
pergaulannya. Makin sering seseorang bergaul dengan temannya, berarti ia makin
dekat dengan temannya itu. Sebaliknya, makin jarang seseorang bergaul dengan
temannya, berarti ia makin tidak dekat dengan temannya itu. Banyak sedikitnya
teman bergaul seseorang di dalam masyarakat disebut popularitas. Makin
seseorang banyak teman maka dikatakan ia mempunyai hubungan sosial yang baik.
c. Dalam
pergaulan, seseorang akan memilih atau menolak siapa yang akan ia jadikan
teman. Tindakan ini disebut tindakan pemilihan.
G.
Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Dari
pembahasan sebelumnya, kita dapat menyimpulkan bahwa ada berbagai bentuk
interaksi sosial. Gillin menyebutkan dua macam proses sosial yang timbul
sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu proses asosiatif atau
bersekutu (processes of association) dan disosiatif atau
memisahkan (processes of dissociation). Proses asosiatif merupakan
proses menuju terbentuknya persatuan atau integrasi sosial. Proses disosiatif
sering disebut juga sebagai proses oposisi (oppositional process) yang
berarti cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai
tujuan tertentu.
Interaksi Sosial
yang Bersifat Asosiatif
Proses asosiatif
mempunyai bentuk-bentuk, antara lain :
a. Kerja
Sama (cooperation) adalah suatu usaha
bersama antarindividu atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama . ada lima
bentuk kerja sama, yaitu sebagai berikut.[6]
a) Kerukunan
yang mencakup gotong –royong dan tolong menolong.
b) Bargaining
c) Kooptasi
d) Koalisi
e) Joint
Ventrue
b. Akomodasi
(accommodation)
Istilah akomodasi dipergunakan dalam
dua arti, yaitu untuk manunjuk pada suatu keadaan dan untuk menunjuk pada suatu
proses.[7] Akomodasi
merupakan usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan agar tercipta
keseimbangan.
c. Asimilasi
(assimilation)
Asimilasi merupakan usaha-usaha
untuk mengurangi perbedaan antarindividu atau antarkelompok guna mencapai satu
kesepakatan berdasarkan kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
d. Akulturasi
(acculturation)
Akulturasi
adalah berpadunya dua kebudayaan yang berbeda dan membentuk suatu kebudayaan
baru dengan tidak menghilangkan ciri kepribadian masing-masing.
Interaksi Sosial yang Bersifat Disosiatif
Proses disosiatif atau oposisi dibedakan ke
dalam tiga bentuk
yaitu
:
a. Persaingan
(competition)
Persaingan adalah perjuangan berbagai pihak
untuk mencapai suatu tujuan tertentu .
b. Kontravensi
(contravention)
Kontravensi pada hakikitnya merupakan
suatu bentuk proses sosial yang berada antara persaingan dan pertentangan .
c. Pertentangan
atau Konflik (conflict)
Pertentangan
atau konlflik adalah suatu perjuangan individu atau kelompok sosial untuk
memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lain .
[1] Gillin dan Gilln Cultural Sociology, a revision of An
Introduction to Sociology, (New York. The Macmillan Company, 1954), hlm 489.
[2] Kingsley Devis: Human Society, (New York: The Macmillan Company,
1960), hlm 149
[3] M.J. Heerskovits membedakan socialization dengan enculturation.
Socialization adalah suatu proses di mana seorang anak menyesuaikan
menyesuaikan diri dengan norma-norma dalam keluarganya, sedangkan enculturation
dipahamkannya sebagai suatu proses dimana orang, secara sadar maupun tidak
sadar, mempelajari seluruh kebudayaan masyarakat.
[4] Emory S. Bogardus: Sociology, (New York, The Macmillan Company,
1961), hlm 253.
[5] Soerjono Soekanto.”factor-faktor Dasar Interaksi Sosial dan
Kepatuhan dan Kepatuhan pada Hukum. Hukum Nasional, Nomor 25, 1974.
[6] Lihatlah James D. Thompson – William. J. McEwen: “Organization
Goals and Environments: Goal Setting as an Interaction Process”, American
Sosiological Review Februari 1958, vol. 23 No. 1, hlm 23_31, yang dikutip
dalam Setangkai Bunga Sosiologi hlm. 235-250
[7] Kimball Young dan Raymond W. mack, op. cit., hlm 146 dan
seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar