Rabu, 30 Oktober 2013

Kedatangan Bangsa Inggris ke Maluku




BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu Negara tidak selamanya  membawa  berkah. Kekayaan alam yang dimiliki bangsa imdonesia mampu menjadi daya tarik bagi orang-orang eropa dan bangsa jepang. Bangsa spanyol, Portugis, Inggris, Belanda mulai berdatangan ke Indonesia disusul oleh bangsa jepang. Tujuan kedatangan mereka ada 3,yaitu Glory, Gold ,dan Gospel. Semula mereka hanya tertarik watak mengambil rempah-rempah saja, tetapi kemudian berkembang untuk menguasai dan sploitasi seluruh SDA dan SDM yang dimiliki Indonesia. Sumber daya manusia digunakan untuk memenuhi tenaga kerja murah. Eksploitasi SDA dan SDM tersebut mampu mengisi kas keuangan mereka yang kosong.
 Sehingga Negara-negara tersebut mulai menyusun cara untuk menguasai wilayah dengan pendekatan politik maupun ekonomi banyak kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Belanda maupun Inggris dalam berbagai bidang yang memberi akibat pengaruh positif dan negatif dalam kehidupan masyarakat Indanesia. Kekalahan belanda atas Jepang tidak membawa pengaruh baik bagi Indonesia untuk merdeka. Hal itu disebabkan pada masa penjajah Jepang.
 Seluruh SDA dan SDM dieksploitasi secara besar-besaran untuk mendukung Jepang dalam perang Asia Pasifik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kedatangan bangsa asing ke Indonesia dilatarbelakangi oleh adanya paham imprealisme dan kolonialisme menyebabkan rakyat Indonesia mengalami kerugian baik secara materi maupun psikis. Kerugian materi selalu bisa diganti tapi luka psikis menjadi warisan bagi para tiap generasi.

B.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1.      Apa itu Pulau Maluku?
2.      Apa itu Bangsa Inggris?
3.      Bagaimana Karakteristik Penjajahan Inggris?
4.      Bagaimana Inggris menjajah Indonesia?
5.      Bagaimana Inggris menjajah Maluku?
6.      Apa itu Pulau Run?
7.      Bagaimana reaksi yang di timbulkan masyarakat Maluku atas kedatangan bangsa Inggris?
8.      Siapa itu Thomas Stanford Raffles?
9.      Siapa itu Kapiten Pattimura?
10.  Bagaimana Masa Perjuangan?

C.      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut:
1.         Untuk mengetahui tentang Pulau Maluku.
2.         Untuk mengetahui tentang Bangsa Inggris.
3.         Untuk mengetahui tentang Karakteristik Penjajahan Inggris.
4.         Untuk mengetahui tentang Inggris Menjajah Indonesia.
5.         Untuk mengetahui tentang Inggris Menjajah Maluku.
6.         Untuk mengetahui tentang Pulau Run di Maluku.
7.         Untuk mengetahui tentang Reaksi Masyarakat Maluku atas Kedatangan Bangsa Inggris.
8.         Untuk mengetahui tentang Thomas Stanford Raffles.
9.         Untuk mengetahui tentang Kapiten Pattimura.
10.     Untuk mengetahui tentang Masa Perjuangan.

D.      Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar penulis dan pembaca lebih memahami akan Pulau Maluku, Bangsa Inggris, Karakteristik Penjajahan Inggris, Inggris Menjajah Indonesia, Inggris Menjajah Maluku, Pulau Run di Maluku, Reaksi Masyarakat Maluku atas Kedatangan Bangsa Inggris, Thomas Stanford Raffles, Kapiten Pattimura, Masa Perjuangan.





BAB II
PEMBAHASAN
A.                Pulau  Maluku
Maluku atau yang dikenal secara internasional sebagai Moluccas dan Molukken adalah provinsi tertua yang ada di Indonesia dimana lintasan sejarah Maluku sudah dimulai sejak zaman kerajaan-kerajaan besar di Timur Tengah, seperti kerajaan Mesir yang dipimpin Fir'aun. Bukti bahwa sejarah Maluku adalah yang tertua di Indonesia adalah catatan tablet tanah liat yang ditemukan di Persia, Mesopotamia dan Mesir menyebutkan adanya negeri dari timur yang sangat kaya, merupakan tanah surga, dengan hasil alam berupa cengkeh, emas dan mutiara, daerah itu tak lain dan tak bukan adalah tanah Maluku yang memang merupakan sentra penghasil Pala, Fuli, Cengkeh dan Mutiara. Pala dan Fuli dengan mudah didapat dari Banda Kepulauan, Cengkeh dengan mudah ditemui di negeri-negeri di Ambon, Pulau-Pulau Lease (Saparua, Haruku & Nusa laut) dan Nusa Ina serta Mutiara dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar di Kota Dobo, Kepulauan Aru.
Ibukota Maluku adalah Ambon yang bergelar atau memiliki julukan sebagai Ambon Manise, kota Ambon berdiri dibagian selatan dari Pulau Ambon yaitu di jazirah Leitimur. Ada wacana bahwa Kota Ambon Manise sudah semakin padat, sumpek dan tidak lagi layak untuk menampung jumlah penduduk yang dari tahun ke tahun meningkat tajam yang merupakan ibukota Provinsi akan menjadi kota biasa karena ibukota direncanakan pindah ke negeri Makariki di Kabupaten Maluku Tengah.

B.                Bangsa Inggris
Kedatangan bangsa Inggris ke Indonesia dirintis oleh Francis Drake dan Thomas Cavendish. Dengan mengikuti jalur yang dilalui Magellan, pada tahun 1579 Francis Drake berlayar ke Indonesia. Armadanya berhasil membawa rempah-rempah dari Ternate dan kembali ke Inggris lewat Samudera Hindia. Perjalanan beriktunya dilakukan pada tahun 1586 oleh Thomas Cavendish melewati jalur yang sama.
Pengalaman kedua pelaut tersebut mendorong Ratu Elizabeth I meningkatkan pelayaran internasioalnya. Hal ini dilakukan dalam rangka menggalakan ekspor wol, menyaingi perdagangan Spanyol, dan mencari rempah-rempah. Ratu Elizabeth I kemudian memberi hak istimewa kepada EIC (East Indian Company) untuk mengurus perdagangan dengan Asia. EIC kemudian mengirim armadanya ke Indonesia. Armada EIC yang dipimpin James Lancestor berhasil melewati jalan Portugis (lewat Afrika). Namun, mereka gagal mencapai Indonesia karena diserang Portugis dan bajak laut Melayu di selat Malaka.
Awal abad ke 17, Inggris telah memiliki jajahan di India dan terus berusaha mengembangkan pengaruhnya di Asia Tenggara, kahususnya di Indonesia. Kolonialisme Inggris di Hindia Belanda dimulai tahun 1604. menurut catatan sejarah, sejak pertama kali tiba di Indonesia tahun 1604, EIC mendirikan kantor-kantor dagangnya. Di antaranya di Ambon, Aceh, Jayakarta, Banjar, Japara, dan Makassar.
Walaupun demikian, armada Inggris tidak mampu menyaingi armada dagang barat lainnya di Indonesia dagang Barat lainnya di Indonesia, seperti Belanda. Mereka akhirnya memusatkan aktivitas perdagangannya di India. Mereka berhasil membangun kota-kota perdagangan seperti Madras, Kalkuta, dan Bombay.

C.                Karakteristik Penjajahan Inggris
Pelayaran orang-orang Inggris ke kawasan Asia Tenggara dan dunia timur pada umumnya tertinggal jika dibandingkan dengan pelayaran orang-orang Portugis. Hal ini disebabkan perhatian orang Inggris lebih dicurahkan ke benua Amerika disamping belum mengetahui betul jalan menuju ke timur yang melewati Tanjung Harapan.
Pada waktu itu ada dua pendapat tentang sikap yang harus diputuskan oleh Inggris dalam menghadapi Portugis. Pendapat pertama meminta membantu Portugis, dengan imbalan mendapat hak monopoli dari Portugis. Sedangkan pendapat ke dua, agar Inggris segera merebut hak monopoli perdagangan dari Portugis dan segera menggunakan jalur perdagangan laut melalui Tanjung Harapan. Namun, pendapat kedua yang lebih kuat.
Berita tentang berhasilnya Cornelis de Houtman sampai di Banten menggugah pelaut-pelaut Inggris untuk mengadakan pelayaran kembali ke dunia timur. Sesampainya di wilayah nusantara, Inggris diperlakukan sebagai lawan oleh Belanda padahal di Eropa, Belanda adalah sekutu Inggris.
Sejak tahun 1610 hubungan antara Inggris dengan Belanda semakin memburuk. Nampak kekuatan Belanda lebih unggul dibandingkan dengan kekuatan Inggris. Usaha menyelesaikan perselisihan antara VOC dan EIC dengan jalan perdamaian ternyata gagal.
Walaupun Inggris berusaha menjelaskan kepada Belanda bahwa kedatangan di Maluku lebih dahulu daripada Belanda sehingga lebih berhak untuk mendapatkan sistem monopoli perdagangan, Belanda mengemukakan alasan bahwa mereka mendapatkan hak monopoli perdagangan ini setelah mengeluarkan biaya cukup besar dalam persaingan melawan Portugis dan Spanyol.

D.                Inggris Menjajah Indonesia
Pemerintah Inggris mulai menguasai Indonesia (tepatnya Pulau Jawa) sejak tahun 1811, yaitu sejak ditandatanganinya Kapitulasi Tungtang yang salah satunya berisi penyerahan Pulau jawa dari Belanda kepada Inggris.
Pemerintahan Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai gubernur jendral  di Indonesia pada tanggal 17 September 1811. Pemerintahan Raffles di Indonesia membawa banyak sekali perubahan, diantaranya adalah; penghapusan sistem monopoli, menghapus perbudakan, membagi Pulau Jawa menjadi 16 karesidenan, penulisan buku "The History of Java", dan beberapa perubahan lain.
Pada tahun 1814 dilakukanlah Konvensi London yang isinya pemerintah Belanda berkuasa kembali atas wilayah jajahan Inggris di Indonesia. Lalu baru pada tahun 1816, pemerintahan Inggris di Indonesia secara resmi berakhir. Dan sejak saat itu, Belanda kembali berkuasa di Indonesia hingga tahun 1942.
Konvensi London adalah pengembalian Indonesia kepada Belanda yang sempat diambil alih oleh Inggris, karena dianggap tidak ada untungnya bagi Inggris. Konvensi London disepakati pada tahun 1814 dengan penyerahan kembali Indonesia kepada Belanda. Adapun isi Konvensi London adalah sebagai berikut:
1.      Indonesia dikembalikan kepada Belanda.
2.       Jajahan-jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap Koloni, Guyana, tetap di Tangan Inggris.
3.      Cochain (di Pantai Malabar) diambil oleh inggris dan Bangka diserahkan kepada Belanda sebagai gantinya.

E.                Inggris Menjajah Maluku
Seperti daerah – daerah lainnya di Indonesia, Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki perjalanan sejarah cukup panjang yang tidak dapat dilepas-pisahkan dari sejarah Indonesia secara keseluruhan.
Meskipun di daerah Maluku belum pernah ditemukan fosil/kerangka manusia purba, namun ada asumsi yang mengatakan, bahwa di Maluku pernah hidup manusia purba yang mempunyai kemiripan dengan manusia Homo Sapiens, yaitu manusia purba yang hidup sekitar 40.000 tahun SM di daratan Jawa dan pulau – pulau lain di Nusantara ini sebenarnya adalah manusia Australoid, yaitu suatu ras manusia yang punya kemiripan dengan penghuni pertama Pulau Seram.
Sebagai daerah yang cukup subur, Maluku tentu saja mengundang kedatangan kaum migrant dari berbagai kawasan yang menimbulkan gelombang perpindahan dan menghasilkan percampuran kebudayaan antara penghuni lama atau asli dengan suku-suku pendatang yang kemudian melahirkan suku-suku baru, seperti suku Alune dan suku Wemale yang mendiami Pulau – pulau seram, Buru, dan Halmahera yang di duga merupakan nenek moyang suku – suku Alifuru, Togifil, dan Furu-Aru.
Pada awal abad ke-7 pelaut – pelaut dari daratan Cina pada masa Dinasti Tang, telah menyinggahi daerah-daerah di kepulauan Maluku untuk mencari rempah –rempah, namun mereka merahasiakannya agar tidak diketahui oleh bangsa – bangsa lain dalam mencari rempah- rempah itu.Pada jaman keemasan Kerajaan Sriwijaya di Abad ke-12, Kepulauan Maluku termasuk dalam wilayah kekuasaan kerajaan itu. Pada Abad ke-14, Majapahit mengambil alih kekuasaan maritime di hampir seluruh wilayah Asia Tenggara, termasuk pula Kepulauan Maluku. Para pedagarng dari Eropa, seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda baru menemukan jalan ke Kepulauan Maluku pada Abad ke-16.Masuknya agama Islam melalui pedagang – pedagang dari Aceh, Malaka, dan Gresik pada Abad ke-14 dan ke-15 turut memperkenalkan bentuk pemerintahan yang lebih rapi dan teratur, seperti pada Kesultanan Ternate, Tidore, Bacan serta Jailolo. Pada tahun 1512, bangsa Portugis yang telah menemukan jalan ke Kepulauan Maluku dan menjalin persahabatan dengan Kesultanan Ternate, diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikapoli dan Hitulama serta Mamala. Sembilan tahun kemudian, Spanyol mulai menapakkan kaki di Kepulauan Maluku dan mendirikan benteng di Tidore.Tahun 1570, karena kalah perang dengan Kesultanan Ternate yang diperintahkan Sultan Baabullah, Portugis diusir dari Ternate dan pindah ke Ambon. Tahun 1577 armada Inggris tiba di Ternate. Bangsa Belanda pun mulai mengincar Maluku dan membantu Hitu dalam perang melawan Portugis di Ambon dan Portugis akhirnya dapat dikalahkan dan harus menyerahkan benteng pertahanannya yang ada di Ambon kepada Belanda, demikian pula dengan bentent Inggris di Kambelo – Pulau Seram.
Sejak saat itu, Belanda menguasai sebagian besar kepulauan Maluku. Posisi Belanda semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602 sehingga Belanda praktis menjadi pemegang monopoli perdagangan rempah – rempah di Kepulauan Maluku. Untuk memperkuat kedudukannya di Maluku, Belanda membentuk badan administratif yang disebut Governement van Amboina, demikian pula di Banda, Kei, Aru, Tanimbar serta teon-Nila Serua yang berada di bawah pengawasan Governement van Banda.System monopoli yang diterapkan Belanda dalam perdagangan rempah –rempah lambat laun mengundang perlawanan rakyat Maluku yang merasa tidak suka dengan penerapan system monopoli tersebut, sehingga muncullah perlawanan rakyat dimana – mana terhadap belanda. Tahun 1643 Kakiali mengobarkan perlawanan terhadap Belanda. Tahun 1644 Tulukabessy dan Fatiwani bangkit melawan Belanda, namun pada tahun 1646 perlawanan rakyat itu dapat dihancurkan Belanda dan Tulukabessy dihukum gantung di Benteng Victoria pada tahun 1648.Situasi Eropa turut mempengaruhi keadaan tanah jajahan Belanda di Nusantara tidak terkecuali di kepulauan Maluku. Tahun 1795, Kerajaan Belanda ditaklukkan oleh Perancis dan pada tahun 1799 VOC di bubarkan. Pada tahun 1810, Kerajaan Belanda  menjadi bagian dari Kerajaan Perancis.
Kondisi ini sangat berpengaruh bagi kekuasaan Belanda di Kepulauan Maluku. Tahun 1810 kekuasaan Belanda di Maluku jatuh ke tangan Inggris. Inggris Menguasai Maluku sejak tahun 1811 – 1816. Tahun 1814, sesuai Konvensi London, Inggris harus mengembalikan daerah – daerah jajahan yang direbutnya itu kepada Belanda. Tahun 1816, Belanda mulai mengatur kembali pemerintahannya di Maluku dan menyatukannya dalam satu government, yaitu Governement de Molukken.


F.                 Pulau Run di Maluku
1302194717877288730Pernah dengar nama Pulau Run di Maluku? Pulau yang terletak di Kepulauan Banda (Maluku) ini sangat kecil, hanya 3 kali 1 kilometer besarnya. Tapi pulau inilah yang mengubah sejarah dunia. Kalau tidak gara-gara buah pala dari Pulau Run, kota New York saat ini mungkin masih bernama New Amsterdam.
Belanda dan Inggris ketika itu tidak rukun seperti sekarang. Keduanya saling bercakaran yang dikenal dengan nama Perang Inggris-Belanda (Anglo-Dutch Wars) yang berlarutan selama lebih dari 100 tahun (1652-1784). Gara-garanya adalah perebutan dominasi atas jalur perdagangan melalui laut di antara kedua negara adikuasa maritim tersebut.
Pulau Run sendiri, walaupun ukurannya kecil tapi kaya dengan pohon pala yang menjadi incaran penduduk Eropa, tak henti-hentinya menjadi rebutan antara Inggris dan Belanda. Para pedagang Inggris di bawah bendera perusahaan East India Company pertama kali datang di Pulau Run pada tahun 1603 yang kemudian mengikat perjanjian dengan penduduk lokal untuk menjual buah pala hanya kepada Inggris.
Perusahaan dagang Belanda, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) datang di Amboyna (Ambon) pada tahun 1605 dipimpin oleh Steven van der Hagen. Ibarat anjing bertemu kucing, pertemuan VOC dan East India Company di Kepulauan Maluku menciptakan ketegangan yang memaksa pemerintah kedua negara meneken persetujuan Treaty of Defence di London (1619) yang intinya kedua perusahaan harus bekerjasama secara adil.
Walaupun sudah meneken perjanjian kerjasama, keduanya masih bercakaran. Puncaknya adalah peristiwa Pembantaian Amboyna (1623) yang menyaksikan sepuluh orang Inggris dipenggal kepalanya oleh pihak Belanda atas tuduhan melakukan konspirasi untuk membunuh kepala VOC Amboyna, Herman van Speult.
Pembantaian Amboyna ini di kemudian hari dijadikan alat propaganda oleh pihak Inggris untuk mengobarkan Perang Inggris-Belanda. Walaupun tragedi Pembantaian Amboyna sudah dicoba diselesaikan secara politik melalui Perjanjian Westminster (1654), masih ada pihak-pihak di Inggris yang mencoba membangkitkan kenangan atas tragedi tersebut, yang kemudian menjadi sebab utama berkobarnya Perang Inggris-Belanda babak kedua (1665-1667).
Inggris yang masih menyimpan dendam atas Pembantaian Amboyna, melakukan provokasi dengan menyerang kapal-kapal Belanda dan tidak balas menghormat ketika awak kapal Belanda menghormati bendera Inggris. Pada 24 Juni 1664 Inggris melakukan provokasi luar biasa dengan menyerang koloni Belanda di Amerika Utara, yaitu New Amsterdam (sekarang New York). Belanda balik membalas dengan merampas pos-pos perdagangan Inggris di Afrika. Akhirnya perang babak kedua secara resmi dideklarasikan oleh Raja Inggris Charles II pada 4 Maret 1665.
Bak-bik-buk selama dua tahun, akhirnya keduanya lagi-lagi berdamai. Di kota Breda (Belanda) yang terkenal dengan akademi militernya, Inggris dan Belanda menandatangai Perjanjian Breda (Treaty of Breda) pada 31 Juli 1667. Dua poin terpenting perjanjian tersebut adalah:
1.      Inggris mendapat klaim atas koloni Belanda di Amerika Utara yang bernama New Amsterdam, yang kemudian ditukar namanya menjadi New York;
2.      Sebagai gantinya, Belanda mendapat kuasa penuh atas Pulau Run di Maluku yang kaya-raya dengan tanaman pala.

G.               Reaksi Masyarakat Maluku atas Kedatangan Bangsa Inggris.
Berdasarkan Convention of London (1814), daerah Maluku diserahkan kembali oleh Inggris kepada Belanda. Kedatangan Belanda kembali ke Maluku disambut dengan banyak perlawanan rakyat.
Rakyat Maluku banyak yang merasa trauma dengan penindasan dan penghisapan pada masa VOC antara lain seperti pelayaran Hongi, ektirpasa dan lain-lain, rakyat Maluku takut hal-hal di atas kembali terulang.
Pada tanggal 8 Maret 1817, masuklah 4 kapal perang Belanda ke Teluk Ambon. Empat kapal itu salah satunya mengangkut 2 orang penting Belanda. Mereka adalah Komisaris Van Middlekoop dan Engelhard. Sambutan penduduk Maluku sangat suram dan tidak meriah karena seperti disebutkan di atas, rakyat masih trauma dengan orang-orang Belanda.
Ketika Maluku dikuasai Inggris, seolah-olah rakyat Maluku ada pada masa yang menyenangkan. Inggris melarang semua pelanggaran atas hak mereka, kerja paksa dihapus, Inggris juga membeli hasil bumi Maluku dengan harga yang pantas. Ketika Belanda kembali, rakyat Maluku seperti kecewa dan tidak senang karena mereka punya dendam dengan orang-orang Belanda.
Perasaan trauma itu sepertinya akan terulang pada saat Residen gubernur Maluku menginstruksikan diberlakukan kembali kerja paksa (rodi) yang telah dihapuskan oleh pemerintah Inggris sebelumnya dan kewajiban kepada nelayan Maluku untuk menyediakan perahu (orambai) untuk keperluan administrasi dan militer Belanda. Selain itu yang paling berat adalah kerja paksa untuk keperluan penebangan kayu.

H.                Thomas Stanford Raffles
http://2.bp.blogspot.com/-mY5aCM1v--0/TZNEZJRgmpI/AAAAAAAABxM/gvQKzs40Xl8/s1600/sejarah+penjajahan+inggris+di+Indonesia.jpg
Pada tahun 1811 pimpinan Inggris di India yaitu Lord Muito memerintahkan Thomas Stamford Raffles yang berkedudukan di Penang (Malaya) untuk menguasai Pulau Jawa. Dengan mengerahkan 60 kapal, Inggris berhasil menduduki Batavia pada tanggal 26 Agustus 1811 dan pada tanggal 18 September 1811 Belanda menyerah melalui Kapitulasi Tuntang.  
Seperti tercatat dalam sejarah, Indonesia pernah berada dalam jajahan Inggris. Inggris secara resmi menjajah Indonesia lewat perjanjian Tuntang (1811) dimana perjanjian Tuntang memuat tentang kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan oleh Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda) kepada Inggris.
Namun sebelum perjanjian Tuntang ini, sebenarnya Inggris telah datang ke Indonesia jauh sebelumnya. Perhatian terhadap Indonesia dimulai sewaktu penjelajah F. Drake singgah di Ternate pada tahun 1579. Selanjutnya ekspedisi lainnya dikirim pada akhir abad ke-16 melalui kongsi dagang yang diberi nama East Indies Company (EIC). EIC mengemban misi untuk hubungan dagang dengan Indonesia. Pada tahun 1602, armada Inggris sampai di Banten dan berhasil mendirikan Loji disana. Pada tahun 1904, Inggris mengadakan perdagangan dengan Ambon dan Banda, tahun 1909 mendirikan pos di Sukadana Kalimantan, tahun 1613 berdagang dengan Makassar (kerajaan Gowa), dan pada tahun 1614 mendirikan loji di Batavia (jakarta). Dalam usaha perdagangan itu, Inggris mendapat perlawanan kuat dari Belanda. Belanda tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk mengusir orang Inggris dari Indonesia. Setelah terjadi tragedi Ambon Massacre, EIC mengundurkan diri dari Indonesia dan mengarahkan perhatiannya ke daerah lainnya di Asia tenggara, seperti Singapura,  Malaysia, dan Brunei Darussalam sampai memperoleh kesuksesan. Inggris kembali memperoleh kekuasaan di Indonesia melalui keberhasilannya memenangkan perjanjian Tuntang pada tahun 1811. Selama lima tahun (1811 – 1816), Inggris memegang kendali pemerintahan dan kekuasaanya di Indonesia.
Indonesia mulai tahun 1811 berada dibawah kekuasaan Inggris. Inggris menunjuk Thomas Stanford Raffles sebagai Letnan Gubernur jenderal di Indonesia. Beberapa kebijakan Raffles yang dilakukan di Indonesia antara lain:
1.      Jenis penyerahan wajib pajak dan rodi harus dihapuskan;
  1. Rakyat diberi kebebasan untuk menentukan tanaman yang ditanam;
  2. Tanah merupakan milik pemerintah dan petani dianggap sebagai penggarap tanah tersebut;
  3. Bupati diangkat sebagai pegawai pemerintah.
Akibat dari kebijakan diatas, maka penggarap tanah harus membayar pajak kepada pemerintah sebagai ganti uang sewa. Sistem tersebut disebut Lnadrent atau sewa tanah. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain:
  1. Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut;
  2. Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah;
  3. Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai;
  4. Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.
Sistem landrent ini diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau jawa, kecuali daerah-daerah sekitar Batavia dan parahyangan. Hal itu disebabkan daerah-daerah Batavia pada umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah sekitar Parahyangan merupakan daerah wajib tanam kopi yang memberikan keuntungan yang besar kepada pemerintah. Selama sistem tersebut dijalankan, kekuasaan Bupati sebagai pejabat tradisional semakin tersisihkan karena trgantikan oleh pejabat berbangsa Eropa yang semakin banyak berdatangan.
Raffles berkuasa dalam waktu yang cukup singkat. Sebab sejak tahun 1816 kerajaan Belanda kembali berkuasa di Indonesia. Pada tahun 1813, terjadi prang Lipzig antar Inggris melawan Prancis. Perang itu dimenangkan oleh Inggris dan kekaisaran Napoleon di Prancis jatuh pada tahun 1814. Kekalahan Prancis itu membawa dampak pada pemerintahan di negeri Belanda yaitu dengan berakhirnya pemerintahan Louis Napoleon di negeri Belanda. Pada tahun itu juga terjadi perundingan perdamaian antara Inggris dan Belanda.  Perundingan itu menghasilkan Konvensi London atau Perjanjian London (1814), yang isinya antara lain menyepakati bahwa semua daerah di Indonesia yang pernah dikuasai Belanda harus dikembalikan lagi oleh Inggris kepada Belanda, kecuali daerah Bangka, Belitung dan Bengkulu yang diterima Inggris dari Sultan Najamuddin. Penyerahan daerah kekuasaan di antara kedua negeri itu dilaksanakan pada tahun 1816. Dengan demikian mulai tahun 1816, Pemerintah Hindia-Belanda dapat kembali berkuasa di Indonesia.

I.                   Kapiten Pattimura     
Mantan Sersan Militer InggrisKapitan Pattimura yang bernama Thomas Matulessy (Ahmad Lussy), ini lahir di Negeri Haria, Saparua, Maluku tahun 1783. Perlawanannya terhadap penjajahan Belanda pada tahun 1817 sempat merebut benteng Belanda di Saparua selama tiga bulan setelah sebelumnya melumpuhkan semua tentara Belanda di benteng tersebut. Namun beliau akhirnya tertangkap. Pengadilan kolonial Belanda menjatuhkan hukuman gantung padanya. Eksekusi yang dilakukan pada tanggal 16 Desember 1817 akhirnya merenggut jiwanya.
Perlawanan sejati ditunjukkan oleh pahlawan ini dengan keteguhannya yang tidak mau kompromi dengan Belanda. Beberapa kali bujukan pemerintah Belanda agar beliau bersedia bekerjasama sebagai syarat untuk melepaskannya dari hukuman gantung tidak pernah menggodanya. Beliau memilih gugur di tiang gantung sebagai Putra Kesuma Bangsa daripada hidup bebas sebagai penghianat yang sepanjang hayat akan disesali rahim ibu yang melahirkannya.
Dalam sejarah pendudukan bangsa-bangsa eropa di Nusantara, banyak wilayah Indonesia yang pernah dikuasai oleh dua negara kolonial secara bergantian. Terkadang perpindahtanganan penguasaan dari satu negara ke negara lainnya itu malah kadang secara resmi dilakukan, tanpa perebutan. Demikianlah wilayah Maluku, daerah ini pernah dikuasai oleh bangsa Belanda kemudian berganti dikuasai oleh bangsa Inggris dan kembali lagi oleh Belanda.
Thomas Matulessy sendiri pernah mengalami pergantian penguasaan itu. Pada tahun 1798, wilayah Maluku yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda berganti dikuasai oleh pasukan Inggris. Ketika pemerintahan Inggris berlangsung, Thomas Matulessy sempat masuk dinas militer Inggris dan terakhir berpangkat Sersan.
Namun setelah 18 tahun pemerintahan Inggris di Maluku, tepatnya pada tahun 1816, Belanda kembali lagi berkuasa. Begitu pemerintahan Belanda kembali berkuasa, rakyat Maluku langsung mengalami penderitaan. Berbagai bentuk tekanan sering terjadi, seperti bekerja rodi, pemaksaan penyerahan hasil pertanian, dan lain sebagainya. Tidak tahan menerima tekanan-tekanan tersebut, akhirnya rakyat pun sepakat untuk mengadakan perlawanan untuk membebaskan diri. Perlawanan yang awalnya terjadi di Saparua itu kemudian dengan cepat merembet ke daerah lainnya diseluruh Maluku.
Di Saparua, Thomas Matulessy dipilih oleh rakyat untuk memimpin perlawanan. Untuk itu, ia pun dinobatkan bergelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16 mei 1817, suatu pertempuran yang luar biasa terjadi. Rakyat Saparua di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura tersebut berhasil merebut benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada dalam benteng itu semuanya tewas, termasuk Residen Van den Berg.
Pasukan Belanda yang dikirim kemudian untuk merebut kembali benteng itu juga dihancurkan pasukan Kapitan Pattimura. Alhasil, selama tiga bulan benteng tersebut berhasil dikuasai pasukan Kapitan Patimura. Namun, Belanda tidak mau menyerahkan begitu saja benteng itu. Belanda kemudian melakukan operasi besar-besaran dengan mengerahkan pasukan yang lebih banyak dilengkapi dengan persenjataan yang lebih modern. Pasukan Pattimura akhirnya kewalahan dan terpukul mundur.
Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap pasukan Belanda. Bersama beberapa anggota pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di sana beberapa kali dia dibujuk agar bersedia bekerjasama dengan pemerintah Belanda namun selalu ditolaknya.
Akhirnya dia diadili di Pengadilan kolonial Belanda dan hukuman gantung pun dijatuhkan kepadanya. Walaupun begitu, Belanda masih berharap Pattimura masih mau berobah sikap dengan bersedia bekerjasama dengan Belanda. Satu hari sebelum eksekusi hukuman gantung dilaksanakan, Pattimura masih terus dibujuk. Tapi Pattimura menunjukkan kesejatian perjuangannya dengan tetap menolak bujukan itu. Di depan benteng Victoria, Ambon pada tanggal 16 Desember 1817, eksekusi pun dilakukan.
Kapitan Pattimura gugur sebagai Pahlawan Nasional. Dari perjuangannya dia meninggalkan pesan tersirat kepada pewaris bangsa ini agar sekali-kali jangan pernah menjual kehormatan diri, keluarga, terutama bangsa dan negara ini.

J.                  Masa Perjuangan
Pada tahun 1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahan dinas militer ini dipaksakan.
Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura Maka pada waktu pecah perang melawan penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.























BAB III
KESIMPULAN

Inggris Menguasai Maluku sejak tahun 1811 – 1816. Tahun 1814, sesuai Konvensi London, Inggris harus mengembalikan daerah – daerah jajahan yang direbutnya itu kepada Belanda. Tahun 1816, Belanda mulai mengatur kembali pemerintahannya di Maluku dan menyatukannya dalam satu government, yaitu Governement de Molukken.
Walaupun Inggris berusaha menjelaskan kepada Belanda bahwa kedatangan di Maluku lebih dahulu daripada Belanda sehingga lebih berhak untuk mendapatkan sistem monopoli perdagangan, Belanda mengemukakan alasan bahwa mereka mendapatkan hak monopoli perdagangan ini setelah mengeluarkan biaya cukup besar dalam persaingan melawan Portugis dan Spanyol.
Ketika Maluku dikuasai Inggris, seolah-olah rakyat Maluku ada pada masa yang menyenangkan. Inggris melarang semua pelanggaran atas hak mereka, kerja paksa dihapus, Inggris juga membeli hasil bumi Maluku dengan harga yang pantas. Ketika Belanda kembali, rakyat Maluku seperti kecewa dan tidak senang karena mereka punya dendam dengan orang-orang Belanda.