A. Konsep
Strategi Pembelajaran Kooperatif (SPK)
Model
pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh
siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam SPK, yaitu :
1. Adanya
peserta dalam kelompok
2. Adanya
aturan kelompok
3. Adanya
upaya belajar setiap anggota kelompok, dan
4. Adanya
tujuan yang harus dicapai.
Peserta
adalah siswa yang melakukan proses pembelajaran dalam setiap kelompok belajar.
Pengelompokkan siswa bisa ditetapkan berdasarkan beberapa pendekatan, di
antaranya pengelompokan yang didasarkan atas minat dan bakat siswa,
pengelompokan yang didasarkan atas campuran baik campuran ditinjau dari minat
maupun campuran ditinjau kemampuan. Pendekatan apa pun yang digunakan, tujuan
pembelajaran haruslah menjadi pertimbangan utama.
Aturan
kelompok adalah segala sesuatu yang menjadi kesepakatan semua pihak yang
terlibat, baik siswa sebagai peserta didik, maupun siswa sebagai anggota
kelompok. Upaya belajar adalah segala aktivitas siswa untuk meningkatkan
kemampuannya yang telah dimiliki maupun meningkatkan kemampuan baru, baik
kemampuan dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Aktivitas
pembelajaran tersebut dilakukan dalam kegiatan kelompok, sehingga antarpeserta
dapat saling membelajarkan melalui tukar pikiran, pengalaman, maupun
gagasan-gagasan.
Aspek
tujuan dimaksudkan untuk memberikan arah perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi. Melalui tujuan yang jelas, setiap anggota kelompok dapat memahami
sasaran setiap kegiatan belajar.
Salah satu strategi dari model
pembelajaran kelompok adalah strategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning) (SPK). SPK
merupakan strategi pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian
dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Salvin (1995) mengemukakan
dua alasan, pertama, beberapa hasil
penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan
hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain,
serta dapat menigkatkan harga diri. Kedua,
pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar
berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan
keterampilan. Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan
bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajran yang selama ini
memiliki kelemahan.
Pembelajaran kooperatif merupakan model
pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara
empat sampai enam orang yang mempunyai latarbelakang kemampuan akademik, jenis
kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilain dilakukan
terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika
kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian,
setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan
semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap
kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap
individu akan saling membantu, meraka akan mempunyai motivasi untuk
keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang
sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok.
SPK mempunyai dua komponen utama, yaitu
komponen tugas kooperatif (cooperative
task) dan komponen struktur insetif kooperatif (cooperative incentive structure). Tugas kooperatif berkaitan dengan
hal yang menyebabkan anggota bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok,
sedangkan struktur insetif kooperatif merupakan sesuatu yang membangkitkan
motivasi individu untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok. Struktur
insentif dianggap sebagai keunikan dari pembeljaran kooperatif, karena melalui
struktur insentif setiap anggota kelompok bekerja keras untuk belajar,
mendorong dan memotivasi anggota lain menguasi materi pelajaran, sehingga
mencapai tujuan kelompok.
Jadi, hal yang menarik dari SPK adalah
adanya harapan selain memiliki dampak pembelajaran, yaitu berupa peningkatan
prestasi belajar peserta didik (student
achievement) juga mempunyai dampak pengiring seperti relasi sosial,
penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah, harga diri, naorma
akademik, penghargaan terhadap waktu, dan suka memberi pertolongan pada yang
lain.
Strategi pembelajaran ini bisa digunakan
manakala:
1. Guru
menekankan pentingnya usaha kolektif disamping usaha individual dalam belajar.
2. Jika
guru menghendaki seluruh siswa (bukan hanya siswa yang pintar saja) untuk
memperoleh keberhasilan dalam belajar.
3. Jika
guru ingin menanamkan, bahwa siswa dapat belajar dari teman lainnya, dan
belajar dari bantuan orang lain.
4. Jika
guru menghendaki untuk mengembangkan kemampuan komunikasi siswa sebagai bagian
dari isi kurikulum.
5. Jika
guru menghendaki meningkatkan motivasi siswa dan menambahkan tingkat
partisipasi mereka.
6. Jika
guru menghendaki berkembangnya kemampuan siswa dalam memecahkan masalah menemukan
berbagai solusi pemecahan.
Sedangkan ciri-ciri model pembelajaran
kooperatif adalah sebagai berikut :
1. Siswa dalam kelompok secara kooperatif
menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi
dasar yang akan dicapai.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki
kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender.
3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari
pada masing-masing individu.
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan
komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar
berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan
menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan
peranan diri sendiri maupun teman lain.
B. Karakteristik
dan Prinsip-prinsip SPK
1. Karakteristik
SPK
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan
strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses
pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok.
Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian
pengusaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan
materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari
pembelajaran kooperatif.
Salvi, Abrani, Chambers (1996)
berpendapat bahwa belajar melalui kooperatif dapat dijelaskan dari beberapa
perspektif, yaitu persepktif motivasi, perspektif sosial, persepktif
perkembangan kognitif, dan persepktif elaborasi kognitif. Perspektif motivasi
artinya bahwa pengharagaan yang diberikan kepada kelompok memungkinkan setiap
anggota kelompok akan saling membantu. Dengan demikian, keberhasilan individu
pada dasarnya adalah keberhasilan kelompok. Hal semacam ini akan mendorong
setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya.
Persepktif sosial artinya bahwa melalui
kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar karena menginginkan
semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. Bekerja secara tim dengan
mengevaluasi keberhasilan sendiri oleh kelompok, merupakan iklim yang bagus,
dimana setiap anggota kelompok menginginkan semuanya memperoleh keberhasilan.
Presepktif perkembangan kognitif artinya
bahwa dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan
prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi. Elaborasi kognitif,
artinya bahwa setiap siswa akan berusaha untuk memahami dan menimba informasi
menambah pengetahuan kognitifnya. Dengan demikian, karakteristik strategi
pembelajaran kooperatif dijelaskan dibawah ini.
a. Pembelajaran
Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah
pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh
karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim
(anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan
tim.
Setiap kelompok bersifat heterogen.
Artinya, kelompok terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis
kelamin, dan latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar
setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling memberikan
konribusi terhadap keberhasilan kelompok.
b. Didasarkan
pada manajemen kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen
mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi,
fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran
kooperatif. Fungsi perencanaan menujukkan bahwa pembelajaran kooperatif
memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaram berjalan secara
efektif, misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya,
apa yang harus digunakan mencapai tujuan itu dan lain sebagainya. Fungsi
pelaksanaan menujukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan
termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama. Fungsi organisasi
menujukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap
anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap
anggota kelompok. Fungsi kontrol menujukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif
perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes.
c. Kemauan
untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif
ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja
sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota
kelompok bukan saja harus diatur dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi
juga ditanamkan perlunya saling membantu. Misalnya, yang pintar perlu membantu
yang kurang pintar.
d. Keterampilan
Bekerja Sama
Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian
diparktikan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan
bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup
berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain. siswa perlu dibantu
mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga
setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan
kontribusi kepada keberhasilan kelompok.
2. Prinsip-prinsip
Pembelajaran Kooperatif
Terdapat empat prinsip
dasar pembelajaran kooperatif, seperti dijelaskan dibawah ini.
a. Prinsip
Ketergatungan Positif (Positive
Interdependence)
Dalam pembelajaran kelompok,
keberhasilan suatu penyelesaian tugas sangat tergantung kepada usaha yang
dilakukan setiap anggota kelompoknya. Oleh sebab itu, perlu didasari oleh
setiap anggota kelompok keberhasilan penyelesaian tugas kelompok akan
ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota. Dengan demikian, semua anggota
dalam kelompok akan merasa saling ketergantungan.
Untuk terciptanya kelompok kerja yang
efektif, setiap anggota kelompok masing-masing pelru membagi tugas sesuai
dengan tujuan kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan
kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif,
artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota
kelompok yang tak bisa menyelesaiakan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja
sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok. Anggota kelompok yang
mempunyai kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk
menyelesaikan tugasnya.
b. Tanggung
jawab perseorangan (individual
accountability)
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari
prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap
anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai
dengan tugansya. Setiap anggota haru memberikan yang terbaik untuk keberhasilan
kelompoknya. Untuk mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian
terhadap indvidu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa berbedam akan
tetapi penilaian kelompok harus sama.
c. Interaksi
tatap muka (Face to face promtion
interaction)
Pembelajatan kooperatif memberi ruang dan
kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling
memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muaka akan
memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk
bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing
anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing. Kelompok belajar kooperatif
dibentuk secara heterogen, yang berasal dari budaya, latar belakang sosial, dan
kemampuan akademik yang berbeda. Perbedaan semacam ini akan menjadi modal utama
dalam proses saling memperkaya antar anggota kelompok.
d. Partispasi
dan Komunikasi (Participation
Communication)
Pembelajaran kooperatif melatih siswa
untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat
penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab
itu, sebelum melakukan kooperatif, guru perlu membekali siswa dengan kemampuan
berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai kemampuan berkomunikasi, mislanya
kemampuan mendengarkan dan kemampuan bicara, padahal keberhasilan kelompok
ditentukan oleh partisipasi setiap anggotanya.
Untuk dapat melakukan partisipasi dan
komunikasi, siswa perlu dibekali dengan kemampuan-kemampuan berkomunikasi.
Mislanya, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat orang
lain secara santun, tidak memojokkan cara menyampaikan gagasan dan ide-ide yang
dianggapanya baik dan berguna.
Keterampilan berkomunikasi memang
memerlukan waktu. Siswa tak mungkin dapat menguasainya dalam waktu sekejap.
Oleh sebab itu, guru peru terus melatih dan melatih, sampai akhirnya setiap
siswa memiliki kemampuan untuk menjadi komunikator yang baik.
Sedangkan menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai
berikut:
1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota
3. kelompok mempunyai tujuan yang sama.
4. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang
sama diantara anggota kelompoknya.
5. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.
6. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggungjawabkan secara
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
C. Prosedur
Pembelajaran Kooperatif
Prosedur pembelajaran kooperatif pada
prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:
1. Penjelasan
Materi
Tahap penjelasan diartikan sebagai
proses penyampaian pokok-pokok matri pelajaran sebelum siswa belajar dalam
kelompok. Tujuan utama dalam tahap ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok
materi pelajaran. Pada tahap ini guru memberikan gambaran umum tentang materi
pelajaran yang harus dikuasai selanjutanya siswa akan memperdalam materi dalam
pembelajaran kelompok (tim). Pada tahap ini guru dapat menggunakan metode
ceramah, curah pendapat, dan tanya jawab, bahkan kalau perlu guru dapat
menggunakan demonstrasi. Disamping itu, guru juga dapat menggunakan berbagai
media pembelajaran agar proses penyampaian dapat lebih menarik siswa.
2. Belajar
Kelompok
Setelah guru menjelaskan gambaran umum
tentang pokok-pokok materi pelajaran, selanjutnya siswa diminta untuk belajar
pada kelompoknya masing-masing yang telah dibentuk sebelumnya. Pengelompokan
dalam SPK bersifat heterogen. Selanjutanya, Anita Lie menjelaskan beberapa
alasan lebih disukainya pengelompokan heterogen. Pertma, kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling
mengajar (peer toturing) dan saling
mendukung. Kedua, kelompok ini
meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agam, etnis, dan gender. Terakhir,
kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang
yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk setiap
kelompok. Melalui pembelajaran tim siswa didorong untuk melakukan tukar-menukar
(sharing) informasi dan pendapat,
mendiskusikan permasalahan secara bersama, membadingkan jawaban mereka, dan
mengoreksi hal-hal yang kurang tepat.
3. Penilaian
Penilian dalam SPK bisa dilakukan dengan
tes atau kuis. Tes atau kuis dilakukan baik secara individual maupun secara
kelompok. Tes individual nantinya akan memberikan informasi kemampuan setiap
siswa dan tes kelompok akan memberikan informasi kemampuan setiap kelompok.
Hasil akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai
setiap kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai
kelompok adalah niali bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama
setiap anggota kelompok.
4. Pengakuan
Tim
Pengakuan tim (team recognition) adalah
penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berpertasi untuk
kemudian diberikan penghargaan atau hadiah. Pengakuan dan pemberian
pengharagaan tersebut diharapkan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi
dan juga membangkitkan motivasi tim lain untuk lebih mampu meningkatkan
prestasi mereka.
D. Jenis-jenis
Model Pembelajaran Kooperatif
1.
TAI (Team Assisted
Individualization atau Team Accelerated Instruction)
Tipe model
pembelajaran kooperatif yang satu ini sebenarnya adalah penggabungan dari
pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran individual. Pada model
pembelajaran kooperatif tipe TAI, siswa mengikuti tingkatan yang
bersifat individual berdasarkan tes penempatan, dan kemudian dapat maju ke
tahapan selanjutnya berdasarkan tingkat kecepatannya belajar. Jadi, setiap
anggota kelompok sebenarnya belajar unit-unit materi pelajaran yang berbeda.
Rekan sekelompok akan memeriksa hasil pekerjaan rekan sekelompok lainnya dan
memberikan bantuan jika diperlukan.
Tes kemudian
diberikan diakhir unit tanpa bantuan teman sekelompoknya dan diberikan skor.
Lalu setiap minggu guru akan menjumlahkan total unit materi yang diselesaikan
suatu kelompok dan memberikan sertifikat atau penghargaan bila mereka berhasil
melampaui kriteria yang telah ditetapkan, dan beberapa poin tambahan untuk
kelompok yang anggotanya mendapat nilai sempurna.
Kelebihan
model pembelajaran kooperatif tipe TAI ini adalah karena siswa bertanggungjawab
untuk memeriksa pekerjaan rekannya yang lain, maka guru mempunyai waktu yang
lebih banyak untuk membantu kelompok-kelompok kecil yang menemuai banyak
hambatan dalam belajar yang merupakan kumpulan dari anggota-anggota kelompok
yang berada pada tingkatan unit materi pelajaran yang sama. Banyak penelitian
melaporkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe TAI ini sangat efektif untuk digunakan dalam
pembelajaran.
2.
STAD (Student Teams Achievement
Division)
Pada model
pembelajaran kooperatif tipe STAD ini siswa dikelompokkan ke dalam kelompok
kecil yang disebut tim. Kemudian seluruh kelas diberikan presentasi materi
pelajaran. Siswa kemudian diberikan tes. Nilai-nilai individu digabungkan
menjadi nilai tim. Pada model pembelajaran kooperatif tipe ini walaupun siswa
dites secara individual, siswa tetap dipacu untuk bekerja sama untuk
meningkatkan kinerja dan prestasi timnya. Bila pertama kali digunakan di kelas
anda, maka ada baiknya guru terlebih dahulu memperkenalkan
model pembelajaran kooperatif STAD ini kepada siswa.
3.
Round Table atau Rally
Table
Untuk
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally Table ini
guru dapat memberikan sebuah kategori tertentu kepada siswa (misalnya kata-kata
yang dimulai dengan huruf “s”). Selanjutnya mintalah siswa bergantian
menuliskan satu kata secara bergiliran.
4.
Jigsaw
Jigsaw
pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman
di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di
Universitas John Hopkins (Arends, 2001). Tujuan diciptakannya tipe model
pembelajaran kooperatif Jigsaw ini adalah untuk meningkatkan rasa tanggung jawab
siswa terhadap belajarnya sendiri dan juga belajar anggota kelompoknya yang
lain. Mereka diminta mempelajari materi yang akan menjadi tanggungjawabnya,
karena selain untuk dirinya, ia juga harus mengajarkan materi itu kepada
anggota kelompoknya yang lain.
Pada model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini ketergantungan antara siswa sangat
tinggi. Setiap siswa dalam model pembelajaran kooperatif ini adalah anggota
dari dua kelompok, yaitu (1) kelompok asal (home group) dan (2) kelompok ahli (expert
group). Kelompok asal dibentuk dengan anggota yang heterogen. Di kelompok
asal ini mereka akan membagi tugas untuk mempelajari suatu topik. Setelah semua
anggota kelompok asal memperoleh tugas masing-masing, mereka akan meninggalkan
kelompok asal untuk membentuk kelompok ahli.
Kelompok
ahli adalah kelompok yang terbentuk dari anggota-anggota kelompok yang
mempunyai tugas mempelajari sebuah topik yang sama (berdasarkan kesepakatan
mereka di kelompok asal). Setelah mempelajari topik tersebut di kelompok ahli,
mereka akan kembali ke kelompok asal mereka masing-masing dan saling
mengajarkan topik yang menjadi tanggungjawab mereka ke anggota kelompok lainnya
secara bergantian.
Guru perlu memahami bagaimana model pembelajaran Jigsaw ini dilaksanakan, begitu juga siswa
Guru perlu memahami bagaimana model pembelajaran Jigsaw ini dilaksanakan, begitu juga siswa
5.
Tim Jigsaw
Untuk
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, tugaskan setiap siswa
pada setiap kelompok untuk mempelajari seperempat halaman dari bacaan atau teks
pada mata pelajaran apa saja (misalnya IPS), atau seperempat bagian dari sebuah
topik yang harus mereka pelajari atau ingat. Setelah setiap siswa tadi
menyelesaikan pembelajarannya dan kemudian saling mengajarkan (menjelaskan)
tentang materi yang menjadi tugasnya atau saling bekerjasama untuk membentuk
sebuah kesatuan materi yang utuh saat mereka menyelesaikan sebuah tugas atau
teka-teki.
6.
Jigsaw II
Tipe model
pembelajaran kooperatif yang satu ini adalah modifikasi dari tipe Jigsaw.
Jigsaw II dikembangkan oleh Robert Slavin pada tahun 1980 di mana semua anggota
kelompok asal mempelajari satu topik yang sama, hanya saja masing-masing
anggota difokuskan untuk mendalami bagian-bagian tertentu dari topik itu.
Setiap anggota kelompok asal harus menjadi ahli dalam bagian topik yang mereka
dalami. Seperti Jigsaw, di tipe Jigsaw II ini mereka juga harus mengajarkan
keahliannya pada anggota kelompok asalnya yang lain secara bergantian.
7.
Reverse Jigsaw (Kebalikan Jigsaw)
Tipe model
pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Timothy Hedeen (2003).
Perbedaanya dengan tipe Jigsaw adalah, bila pada model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw anggota kelompok ahli hanya mengajarkan keahliannya kepada anggota
kelompok asal, maka pada model pembelajaran kooperatif reverse jigsaw ini,
siswa-siswa dari kelompok ahli mengajarkan keahlian mereka (materi yang mereka
pelajari atau dalami) kepada seluruh kelas.
8.
NHT (Numbered Heads Together)
– Kepala Bernomor Bersama
Pada
modelpembelajaran kooperatif tipe NHT, minta siswa untuk menomori diri mereka
masing dalam kelompoknya mulai dari 1 hingga 4. Ajukan sebuah pertanyaan dan
beri batasan waktu tertentu untuk menjawabnya. Siswa yang mengangkat tangan
jika bisa menjawa pertanyaan guru tersebut. Guru menyebut suatu angka (antara 1
sampai 4) dan meminta seluruh siswa dari semua kelompok dengan nomor tersebut
menjawab pertanyaan tadi. Guru menandai siswa-siswa yang menjawab benar dan
memperkaya pemahaman siswa tentang jawaban pertanyaan itu melalui diskusi.
9.
TGT (Team Game Tournament)
Model
pembelajaran kooperatif tipe TGT mirip dengan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD, tetapi bedanya hanya pada kuis yang digantikan dengan turnamen
mingguan (Slavin, 1994). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa-siswa saling
berkompetisi dengan siswa dari kelompok lain agar dapat memberikan kontribusi
poin bagi kelompoknya. Suatu prosedur tertentu digunakan untuk membuat
permainan atau turnamen berjalan secara adil. Penelitian
menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT terbukti efektif
meningkatkan hasil belajar siswa.
10. Three-Step Interview (Wawancara Tiga
Langkah)
Pada model
pembelajaran kooperatif tipe three-step interview (disebut
juga three problem-solving) dilakukan 3 langkah untuk memecahkan
masalah. Pada langkah pertama guru menyampaikan isu yang dapat memunculkan
beragam opini, kemudian mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan kepada
seluruh siswa di kelas. Langkah kedua, siswa secara berpasangan bermain peran
sebagai pewawancara dan orang yang diwawancarai. Kemudian, di langkah yang
ketiga, setelah wawancara pertama dilakukan maka pasangan bertukar peran:
pewawancara berperan sebagai orang yang diwawancarai dan sebaliknya orang yang
tadi mewawancarai menjadi orang yang diwawancarai.
Setelah
semua pasangan telah bertukar peran, selanjutnya setiap pasangan dapat
membagikan atau mempresentasikan hasil wawancara mereka kepada seluruh kelas
secara bergiliran. Tipe model pembelajaran kooperatif ini (three-step
interview) ini efektif untuk mengajarkan siswaproblem solving (pemecahan
masalah).
11. Three-Minute Review (Reviu
Tiga Langkah)
Model
pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk
digunakan saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau
presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka
ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa dalam
kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota
lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah
diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia
misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan
mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
mengklarifikasi.
12. GI (Group Investigasi)
Model pembelajaran kooperatif tipe group
investigasi dapat dipakai guru untuk mengembangkan kreativitas siswa, baik
secara perorangan maupun kelompok. Model pembelajaran kooperatif dirancang
untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti
pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial
(Mafune,2005:4).
Model pembelajaran kooperatif dipandang sebagai
proses pembelajaran yang aktif, sebab siswa akan lebih banyak belajar melalui
proses pembentukan (contructing) dan penciptaan, kerja dalam kelompok dan
berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap merupakan kunci
keberhasilan pembelajaran.
Asumsi yang digunakan sebagai acuan dalam
pengembangan Model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi, yaitu (1)
untuk meningkatkan kemampuan kreativitas siswa dapat ditempuh melalui
pengembangan proses kreatif menuju suatu kesadaran dan pengembangan alat bantu
yang secara eksplisit mendukung kreativitas, (2) komponen emosional
lebihpenting daripada intelektual, yang tak rasional lebih penting daripada
yang rasional dan (3) untuk meningkatkan peluang keberhasilan dalam memecahkan
suatu masalah harus lebih dahulu memahami komponen emosioanl dan irrasional.
13. Go Around (Berputar)
Model
pembelajaran kooperatif tipe go around sebenarnya adalah
variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe group investigasi.
14. Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik)
Model
pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran
timbal balik) dikembangkan oleh Brown & Paliscar (1982). Pengajaran timbal
balik atau reciprocal teaching ini juga merupakan sebuah model
pembelajaran kooperatif yang meminta siswa untuk membentuk pasangan-pasangan
saat berpartisipasi dalam sebuah dialog (percakapan atau diskusi) mengenai
sebuah teks (bahan bacaan). Setiap anggota pasangan akanbergantian membaca teks
dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menerima dan memperoleh umpan balik (feedback).
Model pembelajaran tipe reciprocal teaching ini memungkinkan
siswa untuk melatih dan menggunakan teknik-teknik metakognitif seperti
mengklarifikasi, bertanya, memprediksi, dan menyimpulkan. Model pembelajaran
kooperatif tipe reciprocal teaching ini dikembangkan atas dasar bahwa siswa
dapat belajar secara efektif dari siswa lainnya. Baca artikel yang lebih rinci
tentang model
pembelajaran kooperatif tipe reciprocal teaching (pengajaran
timbal balik).
15. CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition)
Model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading
composition) adalah sebuah model pembelajaran yang sengaja dirancang untuk
mengembangkan kemampuan membaca, menulis, dan keterampilan-keterampilan
berbahasa lainnya baik pada jenjang pendidikan tinggi maupun jenjang dasar.
Pada tipe model pembelajaran kooperatif yang satu ini siswa tidak hanya
mendapat kesempatan belajar melalui presentasi langsung oleh guru tentang
keterampilan membaca dan menulis, tetapi juga teknik menulis sebuah komposisi
(naskah). CIRC dikembangkan untuk menyokong pendekatan pembelajaran tradisional
pada mata pelajaran bahasa yang disebut “kelompok membaca berbasis
keterampilan”.
Pada model
pembelajaran CIRC ini siswa berpasang-pasangan di dalam kelompoknya. Ketika
guru sedang membantu sebuah kelompok-membaca (reading group), pasangan-pasangan
saling mengajari satu sama lain bagaimana “membaca-bermakna” dan keterampilan
menulis melalui teknik reciprocal (timbal balik). Mereka diminta untuk saling
bantu untuk menunjukkan aktivitas pengembangan keterampilan dasar berbahasa
(misalnya membaca bersuara (oral reading), menebak konteks bacaan, mengemukakan
pertanyaan terkait bacaan, menyimpulkan, meringkas, menulis sebuah komposisi
berdasarkan sebuah cerita, hingga merevisi sebuah komposisi). Setelah itu, buku
kumpulan komposisi hasil kelompok dipublikasikan pada akhir proses
pembelajaran. Semua kelompok (tim) kemudian diberikan penghargaan atas upaya
mereka dalam belajar dan menyelesaikan tugas membaca dan menulis.
16. The Williams
Tipe model
pembelajaran kooperatif The Williams mengajak siswa melakukan kolaborasi untuk
menjawab sebuah pertanyaan besar yang merupakan sebuah tujuan pembelajaran.
Pada model pembelajaran ini siswa dikelompok-kelompoknya secara heterogen
seperti pada tipe STAD. Kemudian setiap kelompok diberikan pertanyaan yang
berbeda-beda dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan kognitif yang
memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
17. TPS (Think Pairs Share)
Model
pembelajaran kooperatif tipe TPS (think pairs share) mulanya
dikembangkan oleh Frank T. Lyman (1981). Tipe model pembelajaran kooperatif ini
memungkinkan setiap anggota pasangan siswa untuk berkontemplasi terhadap sebuah
pertanyaan yang diajukan. Setelah diberikan waktu yang cukup mereka selanjutnya
diminta untuk mendiskusikan apa yang telah mereka pikirkan tadi (hasil
kontemplasi) dengan pasangannya masing-masing. Setelah diskusi dengan pasangan
selesai, guru kemudian mengumpulkan tanggapan atau jawaban atas pertanyaan yang
telah diajukan tersebut dari seluruh kelas.
18. TPC (Think Pairs Check)
Model
pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah
modifikasi dari tipe think pairs share, di mana penekanan
pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau
tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan.
19. TPW (Think Pairs Write)
Tipe model
pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi
dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share).
Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini adalah setelah mereka
berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan
yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe TPW ini
sangat cocok untuk pelajaran menulis.
20. Tea Party (Pesta Minum Teh)
Pada model
pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran
konsentris atau dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama lain.
Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja) dan
kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa yang berhadapanan
dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak
searah jarum jamsehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru
kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah
seperti ini terus dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih
pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula siswa
diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti
bila diadakan tes.
21. Write Around (Menulis
Berputar)
Model
pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan
untuk menulis kreatif atau untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru memberikan
sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila kamu akan berulang tahun, maka kamu
akan meminta hadiah berupa...). Mintalah semua siswa dalam setiap kelompok untuk
menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas berisi
tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka
terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat
lagi.
Setelah
beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di
kelas dibentuk 4 kelompok). Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat
sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu, kemudian membagi
cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around adalah
modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around.
22. Round Robin Brainstorming atau Rally
Robin
Contoh
pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya :
berikan sebuah kategori (misalnya “nama-nama sungai di Indonesia) untuk
didiskusikan. Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-item yang
termasuk ke dalam kategori tersebut.
23. LT (Learnig Together)
Orang yang
pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning
Together (Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson
di Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif
tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang
heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas.
Setiap
kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian
dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model pembelajaran
Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini,
setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun
kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya
mereka bekerjasama dalam kelompok.
24. Student Team Learning (STL -
Kelompok Belajar Siswa)
Model
pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini
dikembangkan di John Hopkins University – Amerika Serikat. Lebih dari separuh
penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana menggunakan student
team learning. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini
sama saja dengan model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar
bahwa siswa harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran
siswa lainnya yang merupakan anggota kelompoknya.
Pada tipe
STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah
tim. Ada 3 konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe STL ini,
yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3)
kesempatan yang sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan
model pembelajaran ini, setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila
mereka berhasil melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Akuntabilitas individual bermakna bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung
pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada model
pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau
bawah dapat memberikan kontribusi yang sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena
skor mereka dihitung berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka
sebelumnya.
25. Two Stay Two Stray
Model pembelajaran
kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat
variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di kelompoknya dan
yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three stray (satu
tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga
tinggal satu berpencar). Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two
Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan (1990).
Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay two stray ini
dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi
dengan kelompok-kelompok lain.
E. Keunggulan
dan Kelemahan SPK
1. Keunggulan
SPK
Keunggulan pembelajaran kooperatif
sebagai suatu strategi pembelajaran di antaranya:
a. Melalui
SPK siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah
kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai
sumber, dan belajar dari siswa lain.
b. SPK
dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata
secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c. SPK
dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d. SPK
dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam
belajar.
e. SPK
merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik
sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan
interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap
sekolah.
f. Melalaui
SPK dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya
sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berparktik memecahkan masalah tanpa
takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab
kelompoknya.
g. SPK
dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar
abstrak menjadi nyata (riil).
h. Interaksi
selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan
rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka
panjang.
2. Kelemahan
SPK
Disamping keunggulan, SPK juga memiliki
kelemahan, diantranya:
a. Untuk
memahami dan mengerti filosofis SPK memang butuh waktu. Sangat tidak rasional
kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami
filsafat cooperative learning. Untuk
siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, meraka akan merasa terhambat
oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam
ini dapat mengganggu iklm kerja sama dalam kelompok.
b. Ciri
utama dari SPK adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika
tanpa peer teaching yang efektif,
maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa terjadi cara
belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah
dicapai oleh siswa.
c. Penilaian
yang diberikan dalam SPK didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun
demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang
diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.
d. Keberhasilan
SPK dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu
yang cukup panjang, dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu
kali atau sekali-kali penerapan strategi ini.
e. Walaupun
kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan
tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan
individual. Oleh karena itu idealnya melalui SPK selain siswa belajar bekerja
sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk
mencapai kedua hal itu dalam SPK memang bukan pekerjaan yang mudah.
Kata kunci untuk cari buku tentang" model pembelajaran Learning Together" apa? Yg sekalian ada sintaknya (langkah-langkah nya) Mohon infonya
BalasHapus