BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Kekayaan alam yang dimiliki oleh
suatu Negara tidak selamanya membawa berkah. Kekayaan alam yang
dimiliki bangsa imdonesia mampu menjadi daya tarik bagi orang-orang eropa dan
bangsa jepang. Bangsa spanyol, Portugis, Inggris, Belanda mulai berdatangan ke
Indonesia disusul oleh bangsa jepang. Tujuan kedatangan mereka ada 3,yaitu Glory,
Gold ,dan Gospel. Semula mereka hanya tertarik watak mengambil
rempah-rempah saja, tetapi kemudian berkembang untuk menguasai dan sploitasi
seluruh SDA dan SDM yang dimiliki Indonesia. Sumber daya manusia digunakan
untuk memenuhi tenaga kerja murah. Eksploitasi SDA dan SDM tersebut mampu
mengisi kas keuangan mereka yang kosong.
Sehingga Negara-negara
tersebut mulai menyusun cara untuk menguasai wilayah dengan pendekatan politik
maupun ekonomi banyak kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
Belanda maupun Inggris dalam berbagai bidang yang memberi akibat pengaruh
positif dan negatif dalam kehidupan masyarakat Indanesia. Kekalahan belanda
atas Jepang tidak membawa pengaruh baik bagi Indonesia untuk merdeka. Hal itu
disebabkan pada masa penjajah Jepang.
Seluruh SDA dan SDM
dieksploitasi secara besar-besaran untuk mendukung Jepang dalam perang Asia
Pasifik. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kedatangan bangsa asing ke
Indonesia dilatarbelakangi oleh adanya paham imprealisme dan kolonialisme
menyebabkan rakyat Indonesia mengalami kerugian baik secara materi maupun
psikis. Kerugian materi selalu bisa diganti tapi luka psikis menjadi warisan
bagi para tiap generasi.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah
sebagai berikut:
1.
Apa itu Pulau Maluku?
2.
Apa itu Bangsa Inggris?
3.
Bagaimana Karakteristik Penjajahan Inggris?
4.
Bagaimana Inggris menjajah Indonesia?
5.
Bagaimana Inggris menjajah Maluku?
6.
Apa itu Pulau Run?
7.
Bagaimana reaksi yang di timbulkan masyarakat Maluku
atas kedatangan bangsa Inggris?
8.
Siapa itu Thomas Stanford Raffles?
9.
Siapa itu Kapiten Pattimura?
10. Bagaimana
Masa Perjuangan?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui tentang Pulau Maluku.
2.
Untuk mengetahui tentang Bangsa Inggris.
3.
Untuk mengetahui tentang Karakteristik Penjajahan
Inggris.
4.
Untuk mengetahui tentang Inggris Menjajah Indonesia.
5.
Untuk mengetahui tentang Inggris Menjajah Maluku.
6.
Untuk mengetahui tentang Pulau Run di Maluku.
7.
Untuk mengetahui tentang Reaksi Masyarakat Maluku atas
Kedatangan Bangsa Inggris.
8.
Untuk mengetahui tentang Thomas Stanford Raffles.
9.
Untuk mengetahui tentang Kapiten Pattimura.
10.
Untuk mengetahui tentang Masa Perjuangan.
D.
Manfaat
Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini
adalah agar penulis dan pembaca lebih memahami akan
Pulau
Maluku, Bangsa Inggris, Karakteristik Penjajahan Inggris, Inggris Menjajah
Indonesia, Inggris Menjajah Maluku, Pulau Run di Maluku, Reaksi Masyarakat
Maluku atas Kedatangan Bangsa Inggris, Thomas Stanford Raffles, Kapiten Pattimura, Masa Perjuangan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pulau
Maluku
Maluku atau yang dikenal secara internasional
sebagai Moluccas dan Molukken adalah provinsi tertua yang ada di Indonesia dimana lintasan sejarah Maluku sudah dimulai
sejak zaman kerajaan-kerajaan besar di Timur Tengah, seperti kerajaan Mesir
yang dipimpin Fir'aun. Bukti bahwa sejarah Maluku adalah yang tertua di
Indonesia adalah catatan tablet tanah liat yang ditemukan di Persia, Mesopotamia dan Mesir menyebutkan adanya negeri dari timur yang
sangat kaya, merupakan tanah surga, dengan hasil alam berupa cengkeh, emas dan
mutiara, daerah itu tak lain dan tak bukan adalah tanah Maluku yang memang
merupakan sentra penghasil Pala, Fuli, Cengkeh dan Mutiara. Pala dan Fuli dengan mudah didapat dari Banda
Kepulauan, Cengkeh dengan mudah ditemui di negeri-negeri di Ambon, Pulau-Pulau Lease (Saparua, Haruku & Nusa laut) dan Nusa
Ina serta Mutiara dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar di Kota Dobo, Kepulauan
Aru.
Ibukota Maluku adalah Ambon yang bergelar atau memiliki julukan sebagai
Ambon Manise, kota Ambon berdiri dibagian selatan dari Pulau
Ambon yaitu di jazirah
Leitimur. Ada wacana bahwa Kota Ambon Manise sudah semakin padat, sumpek dan tidak lagi
layak untuk menampung jumlah penduduk yang dari tahun ke tahun meningkat tajam
yang merupakan ibukota Provinsi akan menjadi kota biasa karena ibukota
direncanakan pindah ke negeri Makariki di Kabupaten Maluku Tengah.
B.
Bangsa Inggris
Kedatangan bangsa Inggris ke Indonesia dirintis oleh Francis Drake
dan Thomas Cavendish. Dengan mengikuti jalur yang dilalui Magellan, pada
tahun 1579 Francis Drake berlayar ke Indonesia. Armadanya berhasil membawa
rempah-rempah dari Ternate dan kembali ke Inggris lewat Samudera Hindia.
Perjalanan beriktunya dilakukan pada tahun 1586 oleh Thomas Cavendish melewati
jalur yang sama.
Pengalaman kedua pelaut tersebut mendorong Ratu Elizabeth I meningkatkan
pelayaran internasioalnya. Hal ini dilakukan dalam rangka menggalakan ekspor
wol, menyaingi perdagangan Spanyol, dan mencari rempah-rempah. Ratu Elizabeth I
kemudian memberi hak istimewa kepada EIC (East Indian Company) untuk
mengurus perdagangan dengan Asia. EIC kemudian mengirim armadanya ke Indonesia.
Armada EIC yang dipimpin James Lancestor berhasil melewati jalan Portugis
(lewat Afrika). Namun, mereka gagal
mencapai Indonesia karena diserang Portugis dan bajak laut Melayu di selat
Malaka.
Awal abad ke 17, Inggris telah memiliki jajahan di
India dan terus berusaha mengembangkan pengaruhnya di Asia Tenggara, kahususnya
di Indonesia. Kolonialisme Inggris di Hindia Belanda dimulai tahun 1604.
menurut catatan sejarah, sejak pertama kali tiba di Indonesia tahun 1604, EIC
mendirikan kantor-kantor dagangnya. Di antaranya di Ambon, Aceh, Jayakarta,
Banjar, Japara, dan Makassar.
Walaupun demikian, armada Inggris tidak mampu
menyaingi armada dagang barat lainnya di Indonesia dagang Barat lainnya di
Indonesia, seperti Belanda. Mereka akhirnya memusatkan aktivitas perdagangannya
di India. Mereka berhasil membangun kota-kota perdagangan seperti Madras,
Kalkuta, dan Bombay.
C.
Karakteristik
Penjajahan Inggris
Pelayaran
orang-orang Inggris ke kawasan Asia Tenggara dan dunia timur pada umumnya
tertinggal jika dibandingkan dengan pelayaran orang-orang Portugis. Hal ini
disebabkan perhatian orang Inggris lebih dicurahkan ke benua Amerika disamping
belum mengetahui betul jalan menuju ke timur yang melewati Tanjung Harapan.
Pada waktu
itu ada dua pendapat tentang sikap yang harus diputuskan oleh Inggris dalam
menghadapi Portugis. Pendapat pertama meminta membantu Portugis, dengan imbalan
mendapat hak monopoli dari Portugis. Sedangkan pendapat ke dua, agar Inggris
segera merebut hak monopoli perdagangan dari Portugis dan segera menggunakan
jalur perdagangan laut melalui Tanjung Harapan. Namun, pendapat kedua yang
lebih kuat.
Berita
tentang berhasilnya Cornelis de Houtman sampai di Banten menggugah
pelaut-pelaut Inggris untuk mengadakan pelayaran kembali ke dunia timur.
Sesampainya di wilayah nusantara, Inggris diperlakukan sebagai lawan oleh
Belanda padahal di Eropa, Belanda adalah sekutu Inggris.
Sejak tahun
1610 hubungan antara Inggris dengan Belanda semakin memburuk. Nampak kekuatan
Belanda lebih unggul dibandingkan dengan kekuatan Inggris. Usaha menyelesaikan
perselisihan antara VOC dan EIC dengan jalan perdamaian ternyata gagal.
Walaupun
Inggris berusaha menjelaskan kepada Belanda bahwa kedatangan di Maluku lebih
dahulu daripada Belanda sehingga lebih berhak untuk mendapatkan sistem monopoli
perdagangan, Belanda mengemukakan alasan bahwa mereka mendapatkan hak monopoli
perdagangan ini setelah mengeluarkan biaya cukup besar dalam persaingan melawan
Portugis dan Spanyol.
D.
Inggris Menjajah Indonesia
Pemerintah
Inggris mulai menguasai Indonesia (tepatnya Pulau Jawa) sejak tahun 1811, yaitu
sejak ditandatanganinya Kapitulasi Tungtang yang salah satunya berisi
penyerahan Pulau jawa dari Belanda kepada Inggris.
Pemerintahan
Inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai gubernur jendral di
Indonesia pada tanggal 17 September 1811. Pemerintahan Raffles di Indonesia
membawa banyak sekali perubahan, diantaranya adalah; penghapusan sistem
monopoli, menghapus perbudakan, membagi Pulau Jawa menjadi 16 karesidenan,
penulisan buku "The History of Java", dan beberapa perubahan lain.
Pada tahun
1814 dilakukanlah Konvensi London yang isinya pemerintah Belanda berkuasa
kembali atas wilayah jajahan Inggris di Indonesia. Lalu baru pada tahun 1816,
pemerintahan Inggris di Indonesia secara resmi berakhir. Dan sejak saat itu,
Belanda kembali berkuasa di Indonesia hingga tahun 1942.
Konvensi
London adalah pengembalian Indonesia kepada Belanda yang sempat diambil alih
oleh Inggris, karena dianggap tidak ada untungnya bagi Inggris. Konvensi London
disepakati pada tahun 1814 dengan penyerahan kembali Indonesia kepada Belanda. Adapun
isi Konvensi London adalah sebagai berikut:
1.
Indonesia dikembalikan kepada Belanda.
2.
Jajahan-jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap
Koloni, Guyana, tetap di Tangan Inggris.
3.
Cochain (di Pantai Malabar) diambil oleh
inggris dan Bangka diserahkan kepada Belanda sebagai gantinya.
E.
Inggris
Menjajah Maluku
Seperti
daerah – daerah lainnya di Indonesia, Maluku sebagai wilayah kepulauan memiliki
perjalanan sejarah cukup panjang yang tidak dapat dilepas-pisahkan dari sejarah
Indonesia secara keseluruhan.
Meskipun
di daerah Maluku belum pernah ditemukan fosil/kerangka manusia purba, namun ada
asumsi yang mengatakan, bahwa di Maluku pernah hidup manusia purba yang
mempunyai kemiripan dengan manusia Homo Sapiens, yaitu manusia purba yang hidup
sekitar 40.000 tahun SM di daratan Jawa dan pulau – pulau lain di Nusantara ini
sebenarnya adalah manusia Australoid, yaitu suatu ras manusia yang punya
kemiripan dengan penghuni pertama Pulau Seram.
Sebagai
daerah yang cukup subur, Maluku tentu saja mengundang kedatangan kaum migrant
dari berbagai kawasan yang menimbulkan gelombang perpindahan dan menghasilkan
percampuran kebudayaan antara penghuni lama atau asli dengan suku-suku
pendatang yang kemudian melahirkan suku-suku baru, seperti suku Alune dan suku
Wemale yang mendiami Pulau – pulau seram, Buru, dan Halmahera yang di duga
merupakan nenek moyang suku – suku Alifuru, Togifil, dan Furu-Aru.
Pada
awal abad ke-7 pelaut – pelaut dari daratan Cina pada masa Dinasti Tang, telah
menyinggahi daerah-daerah di kepulauan Maluku untuk mencari rempah –rempah,
namun mereka merahasiakannya agar tidak diketahui oleh bangsa – bangsa lain
dalam mencari rempah- rempah itu.Pada jaman keemasan Kerajaan Sriwijaya di Abad
ke-12, Kepulauan Maluku termasuk dalam wilayah kekuasaan kerajaan itu. Pada
Abad ke-14, Majapahit mengambil alih kekuasaan maritime di hampir seluruh
wilayah Asia Tenggara, termasuk pula Kepulauan Maluku. Para pedagarng dari
Eropa, seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda baru menemukan jalan ke Kepulauan
Maluku pada Abad ke-16.Masuknya agama Islam melalui pedagang – pedagang dari
Aceh, Malaka, dan Gresik pada Abad ke-14 dan ke-15 turut memperkenalkan bentuk
pemerintahan yang lebih rapi dan teratur, seperti pada Kesultanan Ternate,
Tidore, Bacan serta Jailolo. Pada tahun 1512, bangsa Portugis yang telah menemukan
jalan ke Kepulauan Maluku dan menjalin persahabatan dengan Kesultanan Ternate,
diberi izin untuk mendirikan benteng di Pikapoli dan Hitulama serta Mamala.
Sembilan tahun kemudian, Spanyol mulai menapakkan kaki di Kepulauan Maluku dan
mendirikan benteng di Tidore.Tahun 1570, karena kalah perang dengan Kesultanan
Ternate yang diperintahkan Sultan Baabullah, Portugis diusir dari Ternate dan
pindah ke Ambon. Tahun 1577 armada Inggris tiba di Ternate. Bangsa Belanda pun
mulai mengincar Maluku dan membantu Hitu dalam perang melawan Portugis di Ambon
dan Portugis akhirnya dapat dikalahkan dan harus menyerahkan benteng
pertahanannya yang ada di Ambon kepada Belanda, demikian pula dengan bentent Inggris
di Kambelo – Pulau Seram.
Sejak
saat itu, Belanda menguasai sebagian besar kepulauan Maluku. Posisi Belanda
semakin kuat dengan berdirinya VOC pada tahun 1602 sehingga Belanda praktis
menjadi pemegang monopoli perdagangan rempah – rempah di Kepulauan Maluku.
Untuk memperkuat kedudukannya di Maluku, Belanda membentuk badan administratif
yang disebut Governement van Amboina, demikian pula di Banda, Kei, Aru,
Tanimbar serta teon-Nila Serua yang berada di bawah pengawasan Governement van
Banda.System monopoli yang diterapkan Belanda dalam perdagangan rempah –rempah
lambat laun mengundang perlawanan rakyat Maluku yang merasa tidak suka dengan
penerapan system monopoli tersebut, sehingga muncullah perlawanan rakyat dimana
– mana terhadap belanda. Tahun 1643 Kakiali mengobarkan perlawanan terhadap
Belanda. Tahun 1644 Tulukabessy dan Fatiwani bangkit melawan Belanda, namun
pada tahun 1646 perlawanan rakyat itu dapat dihancurkan Belanda dan Tulukabessy
dihukum gantung di Benteng Victoria pada tahun 1648.Situasi Eropa turut
mempengaruhi keadaan tanah jajahan Belanda di Nusantara tidak terkecuali di
kepulauan Maluku. Tahun 1795, Kerajaan Belanda ditaklukkan oleh Perancis dan
pada tahun 1799 VOC di bubarkan. Pada tahun 1810, Kerajaan Belanda menjadi bagian dari Kerajaan Perancis.
Kondisi
ini sangat berpengaruh bagi kekuasaan Belanda di Kepulauan Maluku. Tahun 1810
kekuasaan Belanda di Maluku jatuh ke tangan Inggris. Inggris Menguasai Maluku sejak tahun 1811 – 1816. Tahun 1814,
sesuai Konvensi London, Inggris harus mengembalikan daerah – daerah jajahan
yang direbutnya itu kepada Belanda. Tahun 1816, Belanda mulai mengatur kembali
pemerintahannya di Maluku dan menyatukannya dalam satu government, yaitu
Governement de Molukken.
F.
Pulau Run di
Maluku
![1302194717877288730](file:///C:\Users\ADITYA~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image002.jpg)
Belanda dan
Inggris ketika itu tidak rukun seperti sekarang. Keduanya saling bercakaran
yang dikenal dengan nama Perang Inggris-Belanda (Anglo-Dutch
Wars) yang berlarutan selama lebih dari 100 tahun (1652-1784).
Gara-garanya adalah perebutan dominasi atas jalur perdagangan melalui laut di
antara kedua negara adikuasa maritim tersebut.
Pulau Run
sendiri, walaupun ukurannya kecil tapi kaya dengan pohon pala yang menjadi
incaran penduduk Eropa, tak henti-hentinya menjadi rebutan antara Inggris dan
Belanda. Para pedagang Inggris di bawah bendera perusahaan East India Company pertama kali datang di Pulau Run pada
tahun 1603 yang kemudian mengikat perjanjian dengan penduduk lokal untuk
menjual buah pala hanya kepada Inggris.
Perusahaan dagang Belanda, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) datang di Amboyna (Ambon) pada
tahun 1605 dipimpin oleh Steven van der Hagen. Ibarat anjing bertemu kucing,
pertemuan VOC dan East India Company di Kepulauan Maluku menciptakan
ketegangan yang memaksa pemerintah kedua negara meneken persetujuan Treaty
of Defence di London (1619) yang intinya kedua perusahaan harus
bekerjasama secara adil.
Walaupun sudah meneken
perjanjian kerjasama, keduanya masih bercakaran. Puncaknya adalah peristiwa Pembantaian Amboyna (1623) yang menyaksikan sepuluh orang Inggris
dipenggal kepalanya oleh pihak Belanda atas tuduhan melakukan konspirasi untuk
membunuh kepala VOC Amboyna, Herman van Speult.
Pembantaian Amboyna ini di kemudian hari dijadikan alat propaganda oleh
pihak Inggris untuk mengobarkan Perang Inggris-Belanda. Walaupun tragedi
Pembantaian Amboyna sudah dicoba diselesaikan secara politik melalui Perjanjian Westminster (1654),
masih ada pihak-pihak di Inggris yang mencoba membangkitkan kenangan atas
tragedi tersebut, yang kemudian menjadi sebab utama berkobarnya Perang
Inggris-Belanda babak kedua (1665-1667).
Inggris yang masih menyimpan dendam atas Pembantaian Amboyna, melakukan provokasi
dengan menyerang kapal-kapal Belanda dan tidak balas menghormat ketika awak
kapal Belanda menghormati bendera Inggris. Pada 24 Juni 1664 Inggris melakukan
provokasi luar biasa dengan menyerang koloni Belanda di Amerika Utara, yaitu
New Amsterdam (sekarang New York). Belanda balik membalas dengan merampas
pos-pos perdagangan Inggris di Afrika. Akhirnya perang babak kedua secara resmi
dideklarasikan oleh Raja Inggris Charles II pada 4 Maret 1665.
Bak-bik-buk selama dua tahun, akhirnya keduanya lagi-lagi berdamai. Di kota
Breda (Belanda) yang terkenal dengan akademi militernya, Inggris dan Belanda
menandatangai Perjanjian Breda (Treaty of Breda) pada 31 Juli 1667. Dua poin terpenting
perjanjian tersebut adalah:
1.
Inggris
mendapat klaim atas koloni Belanda di Amerika Utara yang bernama New Amsterdam,
yang kemudian ditukar namanya menjadi New York;
2.
Sebagai
gantinya, Belanda mendapat kuasa penuh atas Pulau Run di Maluku yang kaya-raya
dengan tanaman pala.
G.
Reaksi
Masyarakat Maluku atas Kedatangan Bangsa Inggris.
Berdasarkan Convention of London (1814), daerah Maluku
diserahkan kembali oleh Inggris kepada Belanda. Kedatangan Belanda kembali ke Maluku disambut dengan banyak perlawanan
rakyat.
Rakyat Maluku banyak yang
merasa trauma dengan penindasan dan penghisapan pada masa VOC antara lain
seperti pelayaran Hongi, ektirpasa dan lain-lain, rakyat Maluku takut hal-hal
di atas kembali terulang.
Pada tanggal 8 Maret 1817,
masuklah 4 kapal perang Belanda ke Teluk Ambon. Empat kapal itu salah satunya
mengangkut 2 orang penting Belanda. Mereka adalah Komisaris Van Middlekoop
dan Engelhard. Sambutan penduduk Maluku sangat suram dan tidak meriah
karena seperti disebutkan di atas, rakyat masih trauma dengan orang-orang
Belanda.
Ketika Maluku dikuasai
Inggris, seolah-olah rakyat Maluku ada pada masa yang menyenangkan. Inggris
melarang semua pelanggaran atas hak mereka, kerja paksa dihapus, Inggris juga
membeli hasil bumi Maluku dengan harga yang pantas. Ketika Belanda kembali,
rakyat Maluku seperti kecewa dan tidak senang karena mereka punya dendam dengan
orang-orang Belanda.
Perasaan trauma itu
sepertinya akan terulang pada saat Residen gubernur Maluku menginstruksikan
diberlakukan kembali kerja paksa (rodi) yang telah dihapuskan oleh pemerintah
Inggris sebelumnya dan kewajiban kepada nelayan Maluku untuk menyediakan perahu
(orambai) untuk keperluan administrasi dan militer Belanda. Selain itu yang paling berat adalah kerja
paksa untuk keperluan penebangan kayu.
H.
Thomas Stanford Raffles
Pada tahun 1811 pimpinan
Inggris di India yaitu Lord Muito memerintahkan Thomas Stamford Raffles yang
berkedudukan di Penang (Malaya) untuk menguasai Pulau Jawa. Dengan mengerahkan
60 kapal, Inggris berhasil menduduki Batavia pada tanggal 26 Agustus 1811 dan
pada tanggal 18 September 1811 Belanda menyerah melalui Kapitulasi Tuntang.
Seperti tercatat
dalam sejarah, Indonesia pernah berada dalam jajahan Inggris. Inggris secara
resmi menjajah Indonesia lewat perjanjian Tuntang (1811) dimana perjanjian
Tuntang memuat tentang kekuasaan belanda atas Indonesia diserahkan oleh
Janssens (gubernur Jenderal Hindia Belanda) kepada Inggris.
Namun sebelum perjanjian Tuntang ini, sebenarnya Inggris telah datang
ke Indonesia jauh sebelumnya. Perhatian terhadap Indonesia dimulai sewaktu
penjelajah F. Drake singgah di Ternate pada tahun 1579. Selanjutnya ekspedisi
lainnya dikirim pada akhir abad ke-16 melalui kongsi dagang yang diberi nama
East Indies Company (EIC). EIC mengemban misi untuk hubungan dagang dengan
Indonesia. Pada tahun 1602, armada Inggris sampai di Banten dan berhasil
mendirikan Loji disana. Pada tahun 1904, Inggris mengadakan perdagangan dengan
Ambon dan Banda, tahun 1909 mendirikan pos di Sukadana Kalimantan, tahun 1613
berdagang dengan Makassar (kerajaan Gowa), dan pada tahun 1614 mendirikan loji
di Batavia (jakarta). Dalam usaha perdagangan itu, Inggris mendapat perlawanan
kuat dari Belanda. Belanda tidak segan-segan menggunakan kekerasan untuk
mengusir orang Inggris dari Indonesia. Setelah terjadi tragedi Ambon Massacre,
EIC mengundurkan diri dari Indonesia dan mengarahkan perhatiannya ke daerah
lainnya di Asia tenggara, seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei
Darussalam sampai memperoleh kesuksesan. Inggris kembali memperoleh kekuasaan
di Indonesia melalui keberhasilannya memenangkan perjanjian Tuntang pada tahun
1811. Selama lima tahun (1811 – 1816), Inggris memegang kendali pemerintahan
dan kekuasaanya di Indonesia.
Indonesia mulai tahun
1811 berada dibawah kekuasaan Inggris. Inggris menunjuk Thomas Stanford Raffles
sebagai Letnan Gubernur jenderal di Indonesia. Beberapa kebijakan Raffles yang
dilakukan di Indonesia antara lain:
1.
Jenis penyerahan wajib pajak dan rodi harus dihapuskan;
- Rakyat diberi kebebasan untuk menentukan tanaman yang ditanam;
- Tanah merupakan milik pemerintah dan petani dianggap sebagai penggarap tanah tersebut;
- Bupati diangkat sebagai pegawai pemerintah.
Akibat dari kebijakan diatas, maka penggarap tanah harus membayar pajak
kepada pemerintah sebagai ganti uang sewa. Sistem tersebut disebut Lnadrent
atau sewa tanah. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain:
- Petani harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut;
- Harga sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah;
- Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai;
- Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.
Sistem landrent ini diberlakukan terhadap daerah-daerah di Pulau jawa,
kecuali daerah-daerah sekitar Batavia dan parahyangan. Hal itu disebabkan
daerah-daerah Batavia pada umumnya telah menjadi milik swasta dan daerah-daerah
sekitar Parahyangan merupakan daerah wajib tanam kopi yang memberikan
keuntungan yang besar kepada pemerintah. Selama sistem tersebut dijalankan,
kekuasaan Bupati sebagai pejabat tradisional semakin tersisihkan karena
trgantikan oleh pejabat berbangsa Eropa yang semakin banyak berdatangan.
Raffles berkuasa dalam waktu yang cukup singkat. Sebab sejak tahun 1816
kerajaan Belanda kembali berkuasa di Indonesia. Pada tahun 1813, terjadi prang
Lipzig antar Inggris melawan Prancis. Perang itu dimenangkan oleh Inggris dan
kekaisaran Napoleon di Prancis jatuh pada tahun 1814. Kekalahan Prancis itu
membawa dampak pada pemerintahan di negeri Belanda yaitu dengan berakhirnya
pemerintahan Louis Napoleon di negeri Belanda. Pada tahun itu juga terjadi
perundingan perdamaian antara Inggris dan Belanda. Perundingan itu
menghasilkan Konvensi London atau Perjanjian London (1814), yang isinya antara
lain menyepakati bahwa semua daerah di Indonesia yang pernah dikuasai Belanda
harus dikembalikan lagi oleh Inggris kepada Belanda, kecuali daerah Bangka,
Belitung dan Bengkulu yang diterima Inggris dari Sultan Najamuddin. Penyerahan
daerah kekuasaan di antara kedua negeri itu dilaksanakan pada tahun 1816.
Dengan demikian mulai tahun 1816, Pemerintah Hindia-Belanda dapat kembali
berkuasa di Indonesia.
I.
Kapiten Pattimura
![Mantan Sersan Militer Inggris](file:///C:\Users\ADITYA~1\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image005.jpg)
Perlawanan sejati ditunjukkan oleh pahlawan ini dengan keteguhannya
yang tidak mau kompromi dengan Belanda. Beberapa kali bujukan pemerintah
Belanda agar beliau bersedia bekerjasama sebagai syarat untuk melepaskannya
dari hukuman gantung tidak pernah menggodanya. Beliau memilih gugur di tiang
gantung sebagai Putra Kesuma Bangsa daripada hidup bebas sebagai penghianat
yang sepanjang hayat akan disesali rahim ibu yang melahirkannya.
Dalam sejarah pendudukan bangsa-bangsa eropa di Nusantara, banyak
wilayah Indonesia yang pernah dikuasai oleh dua negara kolonial secara
bergantian. Terkadang perpindahtanganan penguasaan dari satu negara ke negara
lainnya itu malah kadang secara resmi dilakukan, tanpa perebutan. Demikianlah
wilayah Maluku, daerah ini pernah dikuasai oleh bangsa Belanda kemudian
berganti dikuasai oleh bangsa Inggris dan kembali lagi oleh Belanda.
Thomas Matulessy sendiri pernah mengalami pergantian penguasaan itu.
Pada tahun 1798, wilayah Maluku yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda berganti
dikuasai oleh pasukan Inggris. Ketika pemerintahan Inggris berlangsung, Thomas
Matulessy sempat masuk dinas militer Inggris dan terakhir berpangkat Sersan.
Namun setelah 18 tahun pemerintahan Inggris di Maluku, tepatnya pada
tahun 1816, Belanda kembali lagi berkuasa. Begitu pemerintahan Belanda kembali
berkuasa, rakyat Maluku langsung mengalami penderitaan. Berbagai bentuk tekanan
sering terjadi, seperti bekerja rodi, pemaksaan penyerahan hasil pertanian, dan
lain sebagainya. Tidak tahan menerima tekanan-tekanan tersebut, akhirnya rakyat
pun sepakat untuk mengadakan perlawanan untuk membebaskan diri. Perlawanan yang
awalnya terjadi di Saparua itu kemudian dengan cepat merembet ke daerah lainnya
diseluruh Maluku.
Di Saparua, Thomas Matulessy dipilih oleh rakyat untuk memimpin
perlawanan. Untuk itu, ia pun dinobatkan bergelar Kapitan Pattimura. Pada
tanggal 16 mei 1817, suatu pertempuran yang luar biasa terjadi. Rakyat Saparua
di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura tersebut berhasil merebut benteng
Duurstede. Tentara Belanda yang ada dalam benteng itu semuanya tewas, termasuk
Residen Van den Berg.
Pasukan Belanda yang dikirim kemudian untuk merebut kembali benteng
itu juga dihancurkan pasukan Kapitan Pattimura. Alhasil, selama tiga bulan
benteng tersebut berhasil dikuasai pasukan Kapitan Patimura. Namun, Belanda
tidak mau menyerahkan begitu saja benteng itu. Belanda kemudian melakukan
operasi besar-besaran dengan mengerahkan pasukan yang lebih banyak dilengkapi
dengan persenjataan yang lebih modern. Pasukan Pattimura akhirnya kewalahan dan
terpukul mundur.
Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap
pasukan Belanda. Bersama beberapa anggota pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di
sana beberapa kali dia dibujuk agar bersedia bekerjasama dengan pemerintah
Belanda namun selalu ditolaknya.
Akhirnya dia diadili di Pengadilan kolonial Belanda dan hukuman
gantung pun dijatuhkan kepadanya. Walaupun begitu, Belanda masih berharap
Pattimura masih mau berobah sikap dengan bersedia bekerjasama dengan Belanda.
Satu hari sebelum eksekusi hukuman gantung dilaksanakan, Pattimura masih terus
dibujuk. Tapi Pattimura menunjukkan kesejatian perjuangannya dengan tetap
menolak bujukan itu. Di depan benteng Victoria, Ambon pada tanggal 16 Desember
1817, eksekusi pun dilakukan.
Kapitan
Pattimura gugur sebagai Pahlawan Nasional. Dari perjuangannya dia meninggalkan
pesan tersirat kepada pewaris bangsa ini agar sekali-kali jangan pernah menjual
kehormatan diri, keluarga, terutama bangsa dan negara ini.
J.
Masa
Perjuangan
Pada tahun
1816 pihak Inggris menyerahkan kekuasaannya kepada pihak Belanda dan kemudian Belanda
menetapkan kebijakan politik monopoli, pajak atas tanah (landrente), pemindahan
penduduk serta pelayaran Hongi (Hongi Tochten), serta mengabaikan Traktat
London I antara lain dalam pasal 11 memuat ketentuan bahwa Residen Inggris di
Ambon harus merundingkan dahulu pemindahan koprs Ambon dengan Gubenur dan dalam
perjanjian tersebut juga dicantumkan dengan jelas bahwa jika pemerintahan
Inggris berakhir di Maluku maka para serdadu-serdadu Ambon harus dibebaskan
dalam artian berhak untuk memilih untuk memasuki dinas militer pemerintah baru
atau keluar dari dinas militer, akan tetapi dalam pratiknya pemindahan dinas
militer ini dipaksakan.
Kedatangan
kembali kolonial Belanda pada tahun 1817 mendapat tantangan keras dari rakyat.
Hal ini disebabkan karena kondisi politik, ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan
yang buruk selama dua abad. Rakyat Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata
di bawah pimpinan Kapitan Pattimura Maka pada waktu pecah perang melawan
penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan
rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman
dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan
Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia
berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan
pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan
membangun benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui
luas oleh para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang
Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore,
raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional
itu dihadapi Belanda dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan
mengirimkan sendiri Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk
menghadapi Patimura.
BAB III
KESIMPULAN
Inggris
Menguasai Maluku sejak tahun 1811 – 1816.
Tahun 1814, sesuai Konvensi London, Inggris harus mengembalikan daerah –
daerah jajahan yang direbutnya itu kepada Belanda. Tahun 1816, Belanda mulai
mengatur kembali pemerintahannya di Maluku dan menyatukannya dalam satu
government, yaitu Governement de Molukken.
Walaupun
Inggris berusaha menjelaskan kepada Belanda bahwa kedatangan di Maluku lebih
dahulu daripada Belanda sehingga lebih berhak untuk mendapatkan sistem monopoli
perdagangan, Belanda mengemukakan alasan bahwa mereka mendapatkan hak monopoli
perdagangan ini setelah mengeluarkan biaya cukup besar dalam persaingan melawan
Portugis dan Spanyol.
Ketika Maluku dikuasai Inggris, seolah-olah rakyat Maluku
ada pada masa yang menyenangkan. Inggris melarang semua pelanggaran atas hak
mereka, kerja paksa dihapus, Inggris juga membeli hasil bumi Maluku dengan
harga yang pantas. Ketika Belanda kembali, rakyat Maluku seperti kecewa dan
tidak senang karena mereka punya dendam dengan orang-orang Belanda.